Teknik Bagi Hasil Dengan Prinsip Wadiah dan Prinsip Mudharabah
A. Teknik Bagi Hasil Dengan Prinsip Wadiah
1. Pengertian dan Rukun Wadiah
Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penyimpan menghendakinya. Tujuan dari perjanjian tersebut adalah untuk menjaga keselamatan barang itu dari kehilangan, kemusnahan, kecurian dan sebagainya. Yang dimaksud dengan “barang” disini adalah suatu yang berharga seperti uang, barang, dokumen, surat berharga, barang lain yang berharga disisi Islam.
Adapun rukun yang harus dipenuhi dalam transaksi dengan prinsip wadiah adalah:
a. Barang yang dititipkan
b. Orang yang menitipkan/penitip
c. Orang yan menerima titipan/penerima titipan
d. Ijab Qabul
2. Jenis Wadiah
Wadiah dibedakan dalam dua jenis yaitu:
a. Wadiah yad-amanah
Wadiah yad-amanah, titipan dimana penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip. Untuk memberikan gambaran diberikan ilustrasi sederhana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Amir seorang tiggal di Jakarta ingin pergi ke Bandung dengan menggunakan kereta api. Untuk menuju stasiun Gambir Jakarta ia menggunakan sepeda motor. Sesampainya di stasiun gambir Amir kemudian menitipkan sepeda motor pada tukang parker dan atas penitipan tersebut Amir membayar biaya parkir. Tukang parkir harus menjaga amanah dan tidak diperkenankan untuk menggunakan sepeda motor Amir.
Contoh di atas merupakan ilustrasi wadiah yad-amanah, yang dalam perbankan syariah diaplikasikan dalam produk “safe deposit box”. Bank syariah tidak diperkenankan untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari barang yang ada pada safe deposit box tersebut, sehingga imbalan bank syariah menerima fee.
b. Wadiah yad-dhamanah
Wadiah yad-dhamanah adalah titipan dimana barang titipan selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan. Untuk memberikan gambaran diberikan ilustrasi sederhana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Amir seorang tiggal di Jakarta ingin pergi ke Bandung dengan menggunakan kereta api. Untuk menuju stasiun Gambir Jakarta ia menggunakan sepeda motor. Sesampainya di stasiun gambir Amir kemudian menitipkan sepeda motor pada tukang parkir dan atas penitipan tersebut Amir membayar biaya parkir. Pada saat menitipkan tersebut kepada tukang parkir Amir mengatakan bahwa sepeda motor dapat dipergunakan untuk ngojek, tetapi sewaktu-waktu Amir dating untuk mengambil sepeda motor harus ada dan utuh seperti semula. Yang menjadi pertanyaan: Apakah Amir sebagai pemilik sepeda motor mendapat bagian dari hasil ojek yang dilakukan oleh tukang parker? Dan apakah tukang parker harus membayar imbalan kepada Amir dan bagaimana resiko atas sepeda motor tersebut. Jawabannya adalah pertama, Amir sebagai pemilik sepeda motor tidak mendapat bagian dari hasil ojek yang dilakukan oleh tukang parker (karena titipan dan bukan bagi hasil). Kedua tukang parker tidak harus memberikan imbalan kepadfa Amir dan semua resiko yang timbul atas sepeda motor adalah tanggung jawab tukang parker. Jika tukang parkir memberikan imbalan dari sebagian hasil ojek maka hal tersebut merupakan kebijakan tukang parkir.
Contoh di atas merupakan ilustrasi wadiah yad-dhamanah, yang dalam perbankan syariah diaplikasikan untuk produk giro dan tabungan. Pemiulik rekening giro wadiah dan pemilik rekening tabungan wadiah menitipkan dananya kepada bank syariah sebagai tukang parkir (penerima titipan). Untuk itu pemegang rekening wadiah harus membayar biaya penitipan dan bank syariah sebagai penerima titipan tidak ada kewajiban untuk memberikan imbalan. Namun atas kebijakannya bank syariah dapat memberikan imbalan yang sering disebut “bonus” kepada penitip dengan syarat:
1) Bonus merupakan kebijakan (hak prerogatif) dari bank sebagai penerima titipan.
2) Bonus tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlah yang diberikan, baik dalam presentase maupun nominal (tidak ditetapkan dimuka).
3. Karakteristik Wadiah
a. Wadiah yad al amanah
1) Merupakan titipan murni
2) Barang yang dititipkan tidak boleh digunakan (diambil manfaatnya) oleh penitip
3) Sewaktu titipan dikembalikan harus dalam keadaan utuh baik nilai maupun fisik barangnya.
4) Jika selama dalam penitipan terjadi kerusakan maka pihak yang menerima titipan tidak dibebani tanggung jawab.
5) Sebagai kompensasi atas tanggung jawab pemeliharaan dapat dikenakan biaya titipan
b. Wadiah yad al-Dhamanah
a) Merupakan pengembangan dari wadiah yad al-Amanah yang disesuaikan dengan aktivitas perekonomian.
b) Penerima titipan diberi izin untuk menggunakan dan mengambil manfaat dari titipan tersebut (tidak idle).
c) Penyimpan mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap kehilangan/kerusakan barang tersebut.
d) Semua keuntungan yang diperoleh dari titipan tersebut menjadi hak penerima titipan.
e) Sebagai imbalan kepada pemilik barang /dana dapat diberikan semacam insentif berupa bonus, yang tidak disyaratkan sebelumnya.
c. Penerima titipan dalam transaksi wadiah dapat:
a) Meminta ujrah (imbalan) atas penitipan barang /uang tersebut.
b) Memberikan bonus kepada penitip dari hasil pemanfaatan barang/uang titipan (wadiah yad-dhamanah) namun tidak boleh diperjanjikan sebelumnya dan besarnya tergantung pada penerima titipan.
4. Aplikasi Wadiah dalam perbankan syariah
A. Giro Wadiah
Dalam Undang-undang no 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 6 disebutkan yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah bayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan tentang giro wadiah (Fatwa, 2006) sebagai berikut:
1) Bersifat titipsn
2) Titipan bis adiambil kapan saja (on call)
3) Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (atahaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Dalam surat ederan bank Indinesia no 10/31/DPbS tanggal 7 Oktober 2008, perihal: Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dijelaskan giro wadiah diatur sebagai berikut:
1) Definisi
giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah bayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
2) Akad Wadiah
Transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.
3) Fitur dan mekanisme
Giro atas dasar akad wadiah
ü Bank bertindak sebagai penerima titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana
ü Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah
ü Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cek/bilyed giro, biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukuan dan penutupan rekening.
ü Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah
ü Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah
B. Tabungan Wadiah
Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu.
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan tentang tabungan wadiah (Fatwa, 2006) sebagai berikut:
1) Bersifat simpanan
2) Simpanan bis adiambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan.
3) Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya) yang barsifat sukarela dari pihak bank.
Dalam surat ederan Bank Indonesia nomor 10/ 31/ DPbS tanggal 7 oktober 2008, perihal: Produk bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dijelaskan tabungan wadiah diatus sebagai berikut:
A. Definisi
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu.
B. Akad Wadiah
Taransaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.
C. Fitur dan Mekanisme
Tabungan atas dasar akad wadiah
ü Bank bertindak sebagai penerima titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana
ü Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah
ü Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cek/bilyed giro, biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukuan dan penutupan rekening.
ü Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah.
ü Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah
A. Pengertian dan Rukun Mudharabah
Istilah “mudharabah” merupakan istilah yang paling banyak digunakan oleh bank-Bank Islam. Prinsip ini juga dikenal sebagai “qiradh” atau “muqaradah”. Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak pertama (shahib al’mal) menyediakan dana, dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah (porsi bagihasil) yang telah disepakati bersama secara awal, maka kalau rugi shahib al’mal akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan managerial skil selama proyek berlangsung. Mudharabah disebut juga Qiradh yang berarti “memutuskan”. Dalam hal ini si pemilik uang itu telah memutuskan untuk menyerahkan sebilangan uangnya untuk diperdagangkannya berupa barang-barang dan memutuskan sekali sebagian dari keuntungannya bagi pihak kedua orang yang berakad Qiradh ini.
Mudharabah dikenal sebagai suatu akad atau perjanjian atas sekian uang untuk dipertindakkan oleh amil (pengusaha) dalam perdagangan, kemudian keuntungannya dibagikan diantara keduannya menurut syarat-syarat yang ditetapkan terlebih dahulu, baik dengan sama rata, maupun dengan kelebihan yang satu atas yang lain.Contoh mudharabah pihak pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pengusaha untuk diusahakan dalam lapangan perniagaan, perindustrian dan sebagainya dengan dibagikan untuk antara kedua belah pihak menurut jumlah yang disetujui, seperti 2 atau 3 atau 4 bagian.
Tujuan akad mudharabah adalah supaya ada kerjasama kemitraan antara pemilik harta (modal) yang tidak ada pengalaman dalam perniagaan / perusahaan atau tidak ada peluang untuk berusaha sendiri dalam lapangan perniagaan, perindustrian dan sebagainya dengan orang berpengalaman di bidang tersebut tapi tidak punya modal. Ini merupakan suatu langkah untuk menghindari penyia-nyiaan modal pemilik harta dan menyia-nyiakan keahlian tenaga ahli yang tidak mempunyai modal untuk memanfaatkan keahlian mereka.
Dalam transaksi dengan prinsip mudharabah harus dipenuhi rukun mudharabah yaitu:
1. Shahibul maal / Rabulmal (pemilik dana / nasabah)
2. Mudharib (pengelola dana/ pengusaha / bank)
3. Amal ( Usaha / pekerjaan)
4. Ijab Qabul
Dilihat dari segi kuasa yang diberikan kepada pengusaha, mudharabah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Mudharabah Muthlaqah
2. Mudharabah Muqaidah / Muqayyadah (Investasi Terikat)
Disamping itu ada jenis bentuk lain mudharabah, yaitu mudharabah musytarakah yaitu mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi. Akad mudharabah musytarakah merupakan perpaduan akan mudharabah dan akan musyarakah. Dalam transaksi mudharabah Bank Syariah bisa bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan dapat bertindak sebagai pemilik dana (shahibull maal).
B. Karakteristik Mudharabah
Beberapa karakater mudharabah adalah sebaga berikut:
1. Kedua pihak yang mengadakan kontrak - pemilik dana dan Mudharib akan menentukan kapasitas baik sebagai nasabah maupun pemilik. Di dalam akad yang tercantum pernyataan yang harus dilakukan dua belah pihak yang mengadakan kontrak, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Di dalam perjanjian tersebut harus dinyatakan secara tersurat maupun tersirat mengenai tujuan dari kontrak .
b. Penawaran dan Penerimaan harus disepakati kedua belah pihak di dalam kontrak tersebut.
c. Maksud Penawaran dan Penerimaan merupakan suatu kesatuan informasi yang sama penjelasannya.
2. Modal adalah sejumlah uang pemilik dana diberikan kepada Mudharib untuk investasikan (dikelola) dalam kegiatan usaha Mudharabah. Adapun syarat-syarat yang tercakup dalam modal adalah sebagai berikut:
a. Jumlah modal harus harus diketahui secara pasti termasuk jenis mata uangnya.
b. Modal harus dalam bentuk tunai, tidak dalam bentuk piutang
c. Modal Mudharabah hanya dapat ditarik jangka waktu tertentu (tidak dapat ditarik setiap saat)
d. Modal Mudharabah langsung dibayar kepada Mudharib.
C. Aplikasi prinsip mudharabah
Prinsip-prinsip mudharabah mutalaqah ini dapat diaplikasikan dalam kegiatan usaha perbankan untuk produk tabungan mudharabah dan deposito mudharabah
1. Tabungan Mudharabah
a. Fitur Dan Mekanisme Tabungan atas dasar akad mudharabah:
1) Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal);
2) Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati;
3) Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati;
4) Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening; dan
5) Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan. Tabungan ini dikelola dengan prinsip “Mudharabah Mutlaqah” karena pengelolaan dana investasi tabungan ini sepenuhnya diserahkan kepada mudharib. Tabungan yang diketegorikan pada kelompok ini yaitu tabungan yang mempunyai batas-batas tertentu (tidak dapat ditarik sewaktu waktu) seperti tabungan haji, tabungan walimah, tabungan kurban dsb.
Tabungan mudharabah merupakan tabungan dengan akad mudharabah dimana pemilik dana (shahibul maal) mempercayakan dananya untuk dikelola bank (mudharib) dengan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati sejak awal. Tabungan mudharabah ini tidak dapat diambil sewaktu-waktu. Sesuai dengan prinsip yang digunakan, tabungan mudharabah ini merupakan “investasi” yang diharapkan akan menghasilkan keuntungan, oleh karena ini modal yang diserahkan kepada pengelola dana / mudharib (bank) tidak boleh ditarik sebelum akad tersebut berakhir hal ini disebabkan karena kelancaran usaha yang dilakukan oleh mudharib sehubungan dengan pengelolaan dana tersebut. Penarikan tunai tabungan hanya dapat dilakukan dengan slip panarikan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan tabungan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
B. Deposito Mudharabah
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan.
1. Deposito berjangka biasa
Deposito yang berakhir pada jangka waktu yang diperjanjikan, perpanjangan hanya dapat dilakukan setelah ada permohonan baru / pemberitahuan dari penyimpan
2. Deposito berjangka otomatis (Automatic roll over) Pada saat jatuh tempo, secara otomatis akan diperpanjang untuk jangka waktu yang sama tanpa pemberitahuan dari penyimpan.
Deposito mudharabah merupakan simpanan dana dengan akad mudharabah dimana pemilik dana (shahibul maal) mempercayakan dananya untuk dikelola bank (mudharib) dengan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati sejak awal, Semua permintaan pembukaaan Deposito Mudharabah harus dilengkapi dengan suatu. “akad / kontrak / perjanjian” yang berisi antara lain nama dan alamat shahibul maal, jumlah deposito, jangka waktu, nisbah pembagian keuntungan, cara pembayaran bagi hasil dan pokok pada saat jatuh tempo serta syarat-syarat lain deposito mudharabah yang lain. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tatacara pemberian keuntungan dan/atau perhitungan distribusi keuntungan serta resiko yang dapat timbul dari deposito tersebut Setiap tanggal jatuh tempo deposito, pemilik dana akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan nisbah dari hasilinvestasi yang telah dilakukan oleh bank. Bagi hasil akan diterima oleh pemilik dana sesuai dengan perjanjian akad awal pada saat penempatan deposito tersebut. Perhitungan bagi hasil kepada pemilik dana deposito mudharabah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. dilakukan setiap ulang tanggal pembukaan deposito mudharabah
2. dilakukan setiap akhir bulan atau awal bulan berikutnya tanpa memperhatikan tanggal pembukaan deposito mudharabah tersebut.
Dari kedua cara tersebut mempunyai konsekwensi yang berbeda sehingga perlu ditelaah lebih mendalam. Pada saat ini sebagian bank syariah melakukan perhitungan bagi hasil deposito mudharabah dengan metode setiap ulang tanggal dan sebagian bank syariah lain melakukan perhitungan bagi hasil deposito mudharabah dengan metode setiap akhir bulan atau awal bulan berikutnya.
1. Perhitungan bagi hasil deposito mudharabah dilakukan setiap ulang tanggal pembukaan deposito. Perhitungan bagi hasil pada saat tulang bulan dapat digambarkan sebagai berikut:
Pada dasarnya perhitungan bagi hasil deposito dilakukan dengan berdasarkan dari perhitungan distribusi hasil usaha pada bulan yang lalu, sehingga dalam hal perhitungannya mempergunakan indikasi rate atau return atau equivalent rate, maka diipergunakan hasil perhitungan pada bulan sebelumnya. Untuk memberi gambaran perhitungan bagi hasil yang dibayar setiap ulang tanggal dalam diberikan contoh misalnya:
"seseorang pada tanggal 25 April menginvestasikan pada bank syariah dalam bentuk deposito mudharabah untuk jangka waktu 3 bulan, jatuh tempo deposito mudharabahnya pada tanggal 25 Juli. Apabila dipergunakan cara perhitungan dan pembayaran bagi hasil setiap ulang tanggal, maka bagi hasil deposito mudharabah tersebut dibayar oleh bank syariah setiap tanggal 25 setiap bulannya dan mempergunakan indikasi rate bulan sebelumnya."
a. Untuk pembayaran bagi hasil pada tanggal 25 Mei, dilakukan untuk periode bagi hasil 25 April sampai 25 Mei dan dihitung dengan indikasi rate berdasarkan perhitungan hasil usaha (profit distribution) akhir bulan April (misalnya untuk kelompok dana deposito mudharabah 3 bulan adalah 10%). Apabila ditelaah lebih rinci atas perhitungan bagi hasil deposito tersebut, pembagian hasil usaha yang menghasilkan indikasi rate sebesar 10% hanya periode 25 sampai tutup buku (30 April), sedangkan
untuk periode 1 Mei sampai 25 Mei belum diketahui besarnya return bagi hasil, karena pembagian hasil usaha bulan Mei baru dilakukan pada akhir bulan Mei (tutup buku bulan Mei).
untuk periode 1 Mei sampai 25 Mei belum diketahui besarnya return bagi hasil, karena pembagian hasil usaha bulan Mei baru dilakukan pada akhir bulan Mei (tutup buku bulan Mei).
b. Pembayaran bagi hasil pada tanggal 25 Juni, dilakukan untuk periode 25 Mei sampai 25 Juni. Perhitungan bagi hasil tersebut dilakukan dengan indikasi rate atas distribusi hasil usaha yang dilakukan pada akhir bulan Mei (misalnya untuk kelompok dana deposito mudharabah 3 bulan adalah 6%). Permasalahan yang sama timbul juga seperti perhitungan dan pembayaran tanggal 25 Mei, indikasi rate yang dibayarkan sebesar 6% tersebut untuk periode tanggal 25 Mei sampai tanggal 31 Mei(tutup buku bulan
Mei), sedangkan untuk periode tanggal 1 Juni sampai 25 Juni belum diketahui indikasi ratenya.
Mei), sedangkan untuk periode tanggal 1 Juni sampai 25 Juni belum diketahui indikasi ratenya.
Atas permasalahan ini Bank Syariah melakukan salah satu langkah-langkah dibawah:
1) Melakukan koreksi terhadap pembayaran bagi hasil yang dilakukan pada tanggal 25 Mei, yaitu untuk periode 1 Mei sampai 25 Mei yang sebelumnya dibayar dengan indikasi rate 10% (indikasi rate April), dihitung kembali dengan indikasi rate 6% (indikasi rate Mei)
2) Tidak melakukan koreksi, artinya perhitungan dan pembayaran bagi hasil sesuai yang dilakukan.
c. Pembayaran bagi hasil yang dilakukan pada tanggal 25 Juli (pada saat jatuh tempo deposito mudharabah), pembayaran dilakukan untuk periode 25 Juni sampai 25 Juli, perhitungan bagi hasil dilakukan dengan indikasi rate atas distribusi hasil usaha yang dilakukan pada akhir bulan Juni (misalnya untuk kelompok dana deposito mudharabah 3 bulan adalah 8%). Permasalahan yang sama timbul juga seperti perhitungan bagi hasil yang dibayarkan pada tanggal 25 Juni, indikasi rate yang dibayarkan sebesar 8% tersebut untuk periode tanggal 25 Juni sampai tanggal 31 Juni (tutup buku bulan Juni), sedangkan untuk periode tanggal 1 Juli sampai 25 Juli belum diketahui indikasi ratenya. Untuk mengatasi hal tersebut bank syariah melakukan langkah-langkah sama dengan butir 2 diatas.
Walaupun pada bulan berikutnya dilakukan koreksi dengan indikasi rate yang benar-benar dihasilkan, namun hal ini tidak menyelesaikan permasalahan pada sat deposito tersebut jatuh tempo, bank syariah membayarkan pokok deposito ditambah dengan bagi hasil yang diperhitungkan dengan indikasi rate bulan sebelumnya dan hubungan bank syariah dengan pemilik dana deposito mudharabah telah selesai. Sehingga pada akhir deposito pada saat jatuh tempo bank syariah masihmembayarkan bagi hasil dari indikasi yang diketahui hasilnya. Apabila digambarkan pembayaran bagi hasil deposito mudharabah yang dilakukan setiap ulang tanggal pembukaan deposito, sebagai berikut:
Bank syariah yang membayarkan bagi hasil deposito mudharabah dilakukan setiap ulang tanggal pembukaan deposito, bank syariah membayarkan bagi hasil dari pendapatan yang belum diterima. Sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 14/DSN-MUI/IX/200 tanggal 16 September 2000 tentang sistem distribusi hasil usaha, pendapatan yang dibagikan adalah pendapatan yang nyata-nyata diterima (cash basis).
2. Perhitungan bagi hasil deposito mudharabah dilakukan setiap setiap akhir bulan (sama dengan tutup buku bank syariah) atau awal bulan berikutnya Perhitungan bagi hasil dilakukan sampai dengan akhir bulan ini berbeda dengan perhitungan bagi hasil setiap ulang tanggal. Dalam perhitungan ini hanya dibayarkan bagi hasil untuk periode tanggal pembukaan deposito sampai tanggal tutup buku saja. Untuk memberi gambaran yang jelas atas perhitungan bagi hasil deposito mudharabah sampai akhir bulan ini dapat diperhatikan gambar dibawah dengan contoh deposito yang sama dengan butir sebelumnya. bagi hasil akhir bulan Perhitungan bagi hasil untuk bulan April, dilakukan untuk periode 25 April sampai tanggal 30 April (tutup buku April) dengan indikasi rate sebesar 10% (return yang dihasilkan dalam perhitungan pembagian hasil usaha tutup buku bulan april). Begitu juga perhitungan bagi hasil untuk bulan Mei, dilakukan untuk periode 1 Mei sampai 31 Mei dengan indikasi rate sebesar 6% (return perhitungan tutup buku bulan mei) Pada saat deposito mudharabah jatuh tempo pada tanggal 25 Juli oleh bank syariah hanya dikembalikan / dibayar sebesar pokok deposito mudharabah nya saja, sedangkan bagi hasil untuk periode 1 Juli sampai 25 Juli, baru akan diperhitungkan dan dibayarkan setelah perhitungan pembagian hasil usaha tutup buku bulan Juli. Pada saat jatuh tempo deosito mudharabah bank syariah belum bisa membayar bagi hasil karena pada saat tersebut bank syariah belum melakukan perhitungan distribusi hasil usaha sehingga belum diketahui besarnya bagi hasil yang harus dibayarkan. Besarnya bagi hasil baru dapat diketahui setelah melakukan perhitungan distribusi hasil usaha pada akhir bulan yang bersangkutan. Pembayaran bagi hasil deposito mudharabah setiap akhir bulan (tutup buku) atau awal bulan berikutnya tersebut telah dicontohkan pada perhitungan bagi hasil untuk Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (SIMA) yang diatur oleh Bank Indonesia dan dalam cara pembayaran ini tidak ada koreksi karena perbedaan indikasi rate atau return deposito mudharabah.
Referensi: Wiroso, Produk Perbankan Syariah, ed.1, cet. 1, Jakarta: LPFE Usakti, 2009
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment