Indexia

Learning to appreciate a process for a change
Powered by Blogger.

Teknik Bagi Hasil dari Penghimpunan Dana DPK (Dana Pihak Ketiga)

1 comment
Pada dasarnya, teknik bagi hasil dari Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) di bagi kedalam dua macam, yaitu:
1.      prinsip wadiah yad dhamanah yang diaplikasikan pada giro wadiah dan tabungan wadiah.
2.      prinsip mudharabah mutlaqah yang diaplikasikan pada produk deposito mudharabah dan tabungan mudharabah. Selain itu bank syariah juga mempunyai sumber dana lain yang berasal dari modal sendiri. Semua penghimpunan dana atau sumber dana tersebut dicampur menjadi satu, dalam bentuk pooling dana. Dalam penghimpunan dana inilah bank syariah sangat berperan sebagai manager investasi dari pemilik dana yang dhimpun, khususnya pemilik dana mudharabah, karena hasil pemilik dana mudharabah tergantung pada hasil usaha pengelolaan dana yang dilakukan oleh bank syariah.

A.    Sumber Dana dengan Akad Wadiah
Dalam pembahasan Sumber dana wadiah ini akan dibahas hal-hal yang terkait dengan wadiah antara lain mengenai pengertian dan rukun wadiah, karakteristik wadiah dan aplikasi wadiah dalam produk perbankan.
1.      Pengertian dan rukun Wadiah
Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penyimpan menghendakinya. Tujuan dari perjanjian tersebut adalah untuk menjaga keselamatan barang itu dari kehilangan, kemusnahan, kecurian dan sebagainya. Yang dimaksud dengan “barang” disini adalah suatu yang berharga seperti uang, barang, dokumen, surat berharga, barang lain yang berharga disisi Islam.
Adapun rukun yang harus dipenuhi dalam transaksi dengan prinsip wadiah adalah :
a.       Barang yang dititipkan
b.      Orang yang penitipkan / penitip
c.       Orang yang menerima titipan/ penerima titipan
d.      Ijab Qabul
2.      Jenis Wadiah
Wadiah dapat dibedakan kedalam dua jenis yaitu:
a.       wadiah yad-amanah.
wadiah yad-amanah, titipan dimana penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip. Dalam perbankan syariah diaplikasikan pada produk ”safe deposit Box”. Bank syariah tidak diperkenankan untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari barang yang ada pada safe deposito box tersebut, sebagai imbalan bank syariah menerima fee.
1)      Karakteristik dari wadiah yad-amanah
a)      merupakan titipan murni,
b)      barang yang dititipkan tidak boleh digunakan (diambil manfaatnya) oleh penitip,
c)      sewaktu titipan dikembalikan harus dalam keadaan utuh baik nilai fisik barangnya.
b.      Wadiah yad-dhamanah
Wadiah yad-dhamanah adalah titipan dimana barang titipan selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Dalam perbankan syariah diaplikasikan untuk produk Giro dan Tabungan. Pemilik rekening giro wadiah dan pemilik rekening tabungan wadiah menitipkan dananya kepada Bank Syariah sebagai tukang parkir (penerima titipan). Untuk itu pemegang rekening wadiah harus membayar biaya penitipan dan Bank Syariah sebagai penerima titipan tidak ada kewajiban untuk memberikan imbalan. Namun atas kebijakannya bank syariah dapat memberikan imbalan yang sering disebut “bonus” kepada penitip dengan syarat:
a)      Bonus merupakan kebijakan (hak prerogatif) dari bank sebagai penerima titipan
b)      Bonus tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlah yang diberikan, baik dalam prosentase maupun nominal (tidak ditetapkan dimuka).
2)      Karakteristik wadiah yad-dhamanah
a)      Merupakan pengembangan dari Wadi’ah Yad Al Amanah yang disesuaikan dengan aktifitas perekonomian.
b)      Penerima titipan diberi izin untuk menggunakan dan mengambil manfaat dari titipan tersebut (tidak idle).
c)      Penyimpan mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap kehilangan / kerusakan barang tersebut.
d)     Semua keuntungan yang diperoleh dari titipan tersebut menjadi hak penerima titipan.
e)      Sebagai imbalan kepada pemilik barang / dana dapat diberikan semacam insentif berupa bonus, yang tidak disyaratkan sebelumnya.
c.       Tabungan Wadiah
Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu. Dalam Undang-undang nomor 21 Tahun 2008, pasal 1 angka 23 menjelaskan sebagai berikut:
1)      Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada Bank Syariah dan/ atau Unit Usaha Syariah berdasarkan Akad wadi'ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dalam bentuk Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2)      Tabungan adalah Simpanan berdasarkan Akad wadi'ah atau Investasi dana berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan tentang Tabungan Wadiah (Fatwa, 2006) sebagai berikut:
a)      Bersifat simpanan
b)      Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan
c)      Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia nomor 10/ 31 /DPbS tanggal 7 Oktober 2008, perihal: Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dijelaskan Tabungan Wadiah diatur sebagai berikut:
1.      Definisi
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2.      Akad Wadiah
Transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu
3.      Fitur Dan Mekanisme Tabungan atas dasar akad wadiah
a.       Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana;
b.      Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah;
c.       Bank  dapat  membebankan  kepada  nasabah  biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening.

B.     Sumber Dana Dengan Akad Mudharabah
Prinsip lain yang dipergunakan Bank Syariah dalam kegiatan penghimpunan dana adalah Mudharabah. Dalam prinsip ini pemilik dana (pemodal) mendapatkan imbalan dalam bentuk bagi hasil, yaitu bagian dari hasil usaha yang diperoleh oleh bank syariah dalam pengelolaan dana mudharabah. Mudharabah ini merupakan keunikan bank syariah dan berikut akan dibahas secara rinci prinsip mudharabah tersebut.
1.      Pengertian
Istilah “mudharabah” merupakan istilah yang paling banyak digunakan oleh bank-Bank Islam. Prinsip ini juga dikenal sebagai “qiradh” atau “muqaradah”. Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak pertama (shahib al’mal) menyediakan dana, dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah (porsi bagi hasil) yang telah disepakati bersama secara awal, maka kalau rugi shahib al’mal akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan managerial skil selama proyek berlangsung. Mudharabah disebut juga Qiradh yang berarti “memutuskan”. Dalam hal ini si pemilik uang itu telah memutuskan untuk menyerahkan sebilangan uangnya untuk diperdagangkannya berupa barang-barang dan memutuskan sekali sebagian dari keuntungannya bagi pihak kedua orang yang berakad Qiradh ini. Mudharabah dikenal sebagai suatu akad atau perjanjian atas sekian uang untuk dipertindakkan oleh amil (pengusaha) dalam perdagangan, kemudian keuntungannya dibagikan diantara keduannya menurut syarat-syarat yang ditetapkan terlebih dahulu, baik dengansama rata, maupun dengan kelebihan yang satu atas yang lain. Contoh mudharabah pihak pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pengusaha untuk diusahakan dalam lapangan perniagaan, perindustrian dan sebagainya dengan dibagikan untuk antara kedua belah pihak menurut jumlah yang disetujui, seperti 2 atau 3 atau 4 bagian. Tujuan akad mudharabah adalah supaya ada kerjasama kemitraan antara pemilik harta (modal) yang tidak ada pengalaman dalam perniagaan / perusahaan atau tidak ada peluang untuk berusaha sendiri dalam lapangan perniagaan, perindustrian dan sebagainya dengan orang berpengalaman di bidang tersebut tapi tidak punya modal. Ini merupakan suatu langkah untuk menghindari penyia-nyiaan modal pemilik harta dan menyia-nyiakan keahlian tenaga ahli yang tidak mempunyai modal untuk memanfaatkan keahlian mereka.
Mudharabah adalah suatu kerjasama kemitraan yang terdapatpada zaman jahiliah yang diakui Islam. Diantara orang yang melakukankegiatan mudharabah ialah Nabi Muhammad S.A.W. sebelum beliau menjadi rasul, beliau ber mudharabah dengan calon istrinya, Khadijah dalam melakukan perniagaan antara negeri Mekkah dengan Sham (Syria). Hati Khadijah tertarik dengan sifat-sifat amanah, jujur dan kebijaksanaan Muhammad dalam perniagaan dengan mendapatkeuntungan berlipat ganda, akhirnya mereka dijodohkan oleh Allah S.W.T. sebagai suami istri yang dikaruniakan dengan zuriat yang sholeh. Muhammad terus berdagang hingga menjelang saat beliau  dilantik Allah S.W.T menjadi Rasul.Dalam transaksi dengan prinsip mudharabah harus dipenuhi.
2.      Rukun Mudharabah
Adapun rukun mudharabah yaitu:
a.       Shahibul maal / Rabulmal (pemilik dana / nasabah)
b.      Mudharib (pengelola dana/ pengusaha / bank)
c.       Amal ( Usaha / pekerjaan)
d.      Ijab Qabul
3.      Jenis Mudharabah
Dilihat dari segi kuasa yang diberikan kepada pengusaha, mudharabah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
a.       Mudharabah Muthlaqah,
yaitu pihak pengusaha “diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan / gangguanapapun” urusan yang berkaitan dengan proyek itu dan tidak terikat dengan waktu, tempat, jenis, perusahaan dan pelanggan. Mudharabah Mutlaqah ini pada usaha perbankan syariah diaplikasikan pada tabungan, dan deposito. Mudharabah Mutlaqah dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah diterjemahkan menjadi Investasi Tidak Terikat dan dalam PSAK syariah yang baru disempurnakan menjadi Dana Syirkah Temporer.
b.      Mudharabah Muqaidah / Muqayyadah (Investasi Terikat)
Yaitu pemilik dana (shahibul maal) membatasi / memberi syarat kepada mudharib dalam pengelolaan dana seperti misalnya:
1)      hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu, cara, waktu dan tempat yang tertentu saja,
2)      Bank dilarang mencampurkan rekening Investasi Terikat dengan dana bank atau dana rekening lainnya pada saat investasi.
3)      Bank dilarang untuk investasi dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin atau tanpa jaminan.
4)      Bank diharuskan melakukan investasi sendiri (tidak melaluipihak ketiga)
4.      Karakteristik Mudharabah
Beberapa karakater mudharabah adalah sebaga berikut:
a.       Kedua pihak yang mengadakan kontrak - pemilik dana dan Mudharib akan menentukan kapasitas baik sebagai nasabah maupun pemilik. Di dalam akad yang tercantum pernyataan yang harus dilakukan dua belah pihak yang mengadakan kontrak, dengan ketentuan sebagai berikut:
1)      Di dalam perjanjian tersebut harus dinyatakan secara tersurat maupun tersirat mengenai tujuan dari kontrak .
2)      Penawaran dan Penerimaan harus disepakati kedua belah pihak di dalam kontrak tersebut.
3)      Maksud Penawaran dan Penerimaan merupakan suatu kesatuan infromasi yang sama penjelasannya.
b.      Modal adalah sejumlah uang pemilik dana diberikan kepada Mudharib untuk investasikan (dikelola) dalam kegiatan usaha Mudharabah. Adapun syarat-syarat yang tercakup dalam modal adalah sebagai berikut:
1)      Jumlah modal harus harus diketahui secara pasti termasuk jenis mata uangnya.
2)      Modal harus dalam bentuk tunai, tidak dalam bentuk piutang. Seandainya berbentuk aset, menurut Jumhur Ulama Fiqh diperbolehkan asalkan berbentuk barang niaga dan mempunyai nilai atau biaya historisnya pada saat mengadakan kontrak. Bila aset tersebut berbentuk non-kas yang siap dimanfaatkan, seperti pesawat dan kapal, menurut madzhab Hanbali (Imam Ahmad bin Hanbal) diperbolehkan  sebagai  modal  Mudharabah  asalkan Mudharib tetap menginvestasikan semua modal tersebut dan berbagi hasil dengan pemilik dana dalam pendapatan dari investasi dan pada akhir jangka waktu.
3)      Modal Mudharabah hanya dapat ditarik jangka waktu tertentu (tidak dapat ditarik setiap saat). Dalam mudharabah, setelah akad mudharabah ditanda tangani kekuasaan modal berada dalam penguasaan pengelola dana sampai akhir akad. Sangat sederhana pola pikirnya adalah “Kapan pengelola akan memperoleh hasil kalau modalnya ditarik setiap saat.
4)      Modal Mudharabah langsung dibayar kepada Mudharib. Beberapa Fuqaha berbeda pendapat mengenai cara realisasi pencairan dana, yaitu dibayar langsung dengan cara mentransfer dari rekening pemilik dana kepada Mudharib, atau dengan cara lain dilaksanakan dengan memungkinkan Mudharib untuk memperoleh manfaat dari modal tersebut, bagaimana pun cara akuisisinya. Sesuai dengan pendapat kedua, pengadaan kontrak dapat dilaksanakan  untuk  keseluruhan  modal,  dan pembayarannya kepada Mudharib dapat dibuat dalam beberapa angsuran.
c.       Keuntungan adalah jumlah yang melebihi jumlah modal dan merupakan tujuan Mudharabah, dengan syarat-syarat seperti berikut ini:
1)      Keuntungan ini haruslah berlaku bagi kedua belah pihak, dan tidak ada satu pihak pun yang akan memilikinya
2)      Haruslah menjadi perhatian dari kedua belah pihak, dan tidak terdapat pihak ketiga yang akan turut memperoleh bagi hasil darinya. Porsi bagi hasil keuntungan untuk masing-masing pihak harus disepakati bersama pada saat perjanjian ditandatangai. Bagi hasil Mudharib harus secara jelas dinyatakan pada saat pengadaan kontrak dilakukan.
3)      Pemilik  dana  akan  menanggung  semua  kerugian, sebaliknya  Mudharib  tidak  menanggung  kerugian sedikitpun. Akan tetapi, Mudharib harus menanggung kerugian bila kerugian timbul dari pelanggaran perjanjian atau penghilangan dana tersebut. Pembagian keuntungan didasarkan pada nisbah yang disepakatipada awal kontrak antara Bank (mudharib) dengan nasabah(shahibul maal), dan wajib dituangkan pada perjanjian secara tertulis. Dalam bank syariah tidak ada “special rate”, yang ada hanya “special nisbah” yang mana hal ini mempunyai arti yang sangat jauh berbeda. Dalam special nisbah yang diberi hanya “porsi” pembagian keuntungan yang berbeda dengan nisbah umum yang berlaku antara shahibul maal dengan mudharib, sedangkan pendapatannya (nominal bagi hasilnya) sangat tergantung dengan hasil usaha yang benar-benar diterima oleh bank.
d.      Jenis Usaha/Pekerjaan diharapkan mewakili/menggambarkan adanya  kontribusi Mudharib dalam usahanya untuk mengembalikan/membayar modal kepada penyedia dana. Jenis pekerjaan dalam hal ini berhubungan dengan masalahmanagemen dari pembiayaan Mudharabah itu sendiri. Di bawah ini merupakan syarat-syarat yang harus diterapkan dalam usaha/pekerjaan Mudharabah:
1)      Bentuk  pekerjaan/usaha  merupakan  hak  khususMudharib, tidak ada intervensi manajemen dari pemilik dana. Meskipun demikian menurut madzhab Hanbali, membolehkan adanya peran serta/partisipasi pemilik dana dalam pekerjaan/usaha tersebut.
2)      Penyedia dana tidak harus boleh membatasi kegiatan Mudharib, seperti melarang Mudharib agar tidak sukses dalam pencarian laba/keuntungan.
3)      Mudharib tidak boleh melanggar hukum Syari'ah Islam dalam usahanya dan juga harus mematuhi praktik-praktik usaha yang berlaku.

4)      Mudharib harus mematuhi syarat-syarat yang diajukan pemilik  dana,  asalkan  syarat-syarat  tersebut  tidak bertentangan dengan kontrak Mudharabah tersebut.


1 comment :

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete