Indexia

Learning to appreciate a process for a change
Powered by Blogger.

Zakat dan Ekonomi

No comments
A.    HAKIKAT KETENTUAN ZAKAT
1.        Definisi Zakat
Secara etimologi, zakat memiliki beberapa makna yang di antaranya adalah suci. “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.” (QS. Asy-Syams: 9). Maksudnya adalah suci dan dosa dan kemaksiatan. Selain itu, zakat bisa bermakna tumbuh dan berkah. Secara syar’i, zakat adalah sedekah tertentu yang diwajibkan dalam syariah terhadap harta orang kaya dan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.[1]
2.        Hukum Zakat
Ada Beberapa hukum yang telah di tetapkan dalam zakat, yaitu  :
a.       Zakat itu diwajibkan atas muslim yang merdeka, tidak disyaratkan sampai umur dan berakal.
b.       Zakat itu wajib pada permintaan sebagaiman wajib pada unta, sapi, kambing,dan 
pada tiap-tiap tumbuh-tumbuhan dan zakat itu ditunaikan pada tiap-tiap pada tahun 
sekali.
c.       Islam telah memperhatikan soal zakat ini, waktunya kadarnya, nisabnya, orang yang wajib atasnya dan orang-orang yang berhak menerimanya.
Allah mewajibkan zakat kepada setiap Muslim (lelaki dan perempuan) atas hartanya yang telah mencapai nishab. Zakat merupakan instrumen dalam mensucikan harta dengan membayarkan hak orang lain. Selain itu, zakat merupakan mediator  dalam mensucikan diri dan hati dari rasa kikir  dan cinta harta. Dan zakat merupakan instrument social untuk  kebutuhan dasar fakir dan miskin. Allah Swt berfirman, “Ambillah zakat dan sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkannya dan mensucikan mereka…” (QS. At- Taubah: 103) Zakat pertama kali diwajibkan, tidak ditentukan kadar dan jumlahnya, tetapi hanya diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan fakir dan miskin. Namun setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, diberlakukanlah beberapa ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi dalam zakat.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan.
C. Hikmah Zakat
1. Hikmah Diniyah (Agama)
a)      Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari rukun Islam yang menghantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
b)      Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabbnya,akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.
c)      Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala :

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Artinya: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” (QS: Al Baqarah: 276).
Dalam sebuah hadits yang muttafaq ‘alaih Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam juga menjelaskan bahwa shadaqah dari harta yang baik akan ditumbuhkan kembangkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala berlipat ganda.
Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang pernah disabdakan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam.


2. Hikmah Khuluqiyah (Akhlak)
a)      Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
b)      Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
c)      Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia kan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
3. Hikmah Ijtimaiyyah (Sosial)
a)      Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.
b)      Memberikan support kekuatan bagi kaum muslimin dan mengangkat eksistensi mereka.Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
c)      Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
d)     Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah.
e)      Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.
D. Hakikat Zakat
Zakat adalah ibadah yang memiliki dua dimensi, yaitu vertikal dan horizontal. Zakat merupakan ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah (hablu minallah; vertikal) dan sebagai kewajiban kepada sesama manusia (hablum minannaas; horizontal).Zakat juga sering disebut sebagai ibadah kesungguhan dalam harta (maaliyah ijtihadiyah).Tingkat pentingnya zakat terlihat dari banyaknya ayat yang menyandingkan perintah zakat dengan perintah shalat.[2]
Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam, karena zakat merupakan salah satu implementasi asas keadilan dalam sistem ekonomi Islam. Zakat mempunyai enam prinsip.
1)      Prinsip keyakinan keagamaan, yaitu bahwa orang yang membayar zakat merupakan salah satu manifestasi dari keyakinan agamanya.
2)      Prinsip pemerataan dan keadilan; merupakan tujuan sosial zakat, yaitu membagi kekayaan yang diberikan Allah lebih merata dan adil kepada manusia.
3)      Prinsip produktivitas, yaitu menekankan bahwa zakat memang harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu setelah lewat jangka waktu tertentu.
4)       Prinsip nalar, yaitu sangat rasional bahwa zakat harta yang menghasilkan itu harus dikeluarkan.
5)      Prinsip kebebasan, yaitu bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas atau merdeka (hurr).
6)      Prinsip etika dan kewajaran, yaitu zakat tidak dipungut secara semena-mena, tapi melalui aturan yang disyariatkan.
Sedangkan tujuan zakat adalah untuk mencapai keadilan sosial ekonomi. Zakat merupakan transfer sederhana dari bagian dengan ukuran tertentu harta si kaya untuk dialokasikan kepada si miskin.


Zakat merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal yang sangat penting di zaman Nabi. Zakat sangat berpotensi menghilangkan konsentrasi kekayaan di kalangan elit ekonomi tertentu. Tidak hanya itu, ia juga berpotensi meningkatkan produktivitas masyarakat dan konsumsi total. Jika dikelola secara profesional, apalagi jika ada dukungan politik yang kuat dari pemerintah (Indonesia), instrumen ekonomi ini juga dipercaya mampu mengurangi tingkat pengangguran dan kemandirian ekonomi.
Di bawah genggaman ekonomi neo-liberal seperti saat ini, masyarakat muslim Indonesia seharusnya mampu mengoptimalkan pendayagunaan zakat bagi kesejahteraan umum. Sayangnya, pengelolaan zakat masih menyisakan beberapa kendala konseptual dan teknis. Salah satu akar persoalannya ada pada formalitas zakat. Artinya, zakat hanya dianggap sebagai kewajiban normatif, tanpa memperhatikan efeknya bagi pemberdayaan ekonomi umat.
      Akibatnya, semangat keadilan ekonomi dalam implementasi zakat menjadi hilang. Orientasi zakat tidak diarahkan pada pemberdayaan ekonomi masyarakat, tapi lebih karena ia merupakan kewajiban dari Tuhan. Bahkan, tidak sedikit muzakki yang mengeluarkan zakat disertai maksud untuk menyucikan harta atau supaya hartanya bertambah (berkah). Ini artinya, muzakki membayarkan zakat untuk kepentingan subyektivitasnya sendiri. Memangtidak salah, tapi secara tidak langsung, substansi dari perintah zakat serta efeknya bagi perekonomian masyarakat menjadi terabaikan.
E.   Tujuan Zakat
Para cendekiawan muslim banyak yang menerangkan tentang tujuan-tujuan zakat, baik secara umum yang menyangkut tatanan ekonomi, sosial, dan kenegaraan maupun secara khusus yang ditinjau dari tujuan-tujuan nash secara eksplisit :
Ø  Menyucikan harta dan jiwa muzaki.
Ø  Mengangkat derajat fakir miskin.
Ø  Membantu memecahkan masalah para gharimin, ibnusabil, dan mustahiq lainnya.
Ø  Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya.

Ø  Menghilangkan sifat kikir dan loba para pemilik harta.
Ø  Menghilangkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin.
Ø  Menjembatani jurang antara si kaya dengan si miskin di dalam masyarakat agar tidak ada kesenjangan di antara keduanya.
Ø  Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama bagi yang memiliki harta.
Ø  Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain padanya.
Ø  Zakat merupakan manifestasi syukur atas Nikmat Allah.
Ø  Berakhlak dengan akhlak Allah.
Ø  Mengobati hati dari cinta dunia.
Ø  Mengembangkan kekayaan batin.
Ø  Mengembangkan dan memberkahkan harta.
Ø  Membebaskan si penerima (mustahiq) dari kebutuhan, sehingga dapat merasa hidup tenteram dan dapat meningkatkan kekhusyukan ibadat kepada Allah SWT.
Ø  Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial.
Ø  Tujuan yang meliputi bidang moral, sosial, dan ekonomi. Dalam bidang moral, zakat mengikis ketamakan dan keserakahan hati si kaya. Sedangkan, dalam bidang sosial, zakat berfungsi untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat. Dan di bidang ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan di tangan sebagian kecil manusia dan merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk perbendaharaan negara.
F. Fungsi Dan Peran Zakat
Diantara fungsinya ialah:
Ø  Merupakan ibadah muzaki
Ø  Memenuhi kebutuhan mustahik
Ø  Membangun masyarakat
Ada beberapa peran zakat, yakni sebagai berikut:
Ø  Modal untuk pembangunan masyarakat
Ø  Social justice
Ø  Social equilibrium
Ø  Social guarantee (jaminan sosial)
Ø  Social safety (pengaman sosial)
Ø  Social insurance (asuransi sosial)
Ø  Oase atau telaga
Ø  Islam adalah agama amal
ZAKAT DAN KESTABILAN SOSIAL
            Harta merupakan salah satu pemberian Allah SWT kepada manusia yang sangat memiliki tinggi dalam pandangan manusia, karena dengan harta manusia dapat memenuhi kebutuhannya dalam kehidupan materi di atas dunia ini.[3]
Harta yang diberikan Allah SWT dimiliki oleh manusia dengan prinsip individual terbatas, dalam artian harta dimiliki oleh manusia secara individual disertai dengan batasan tertentu yang ditentukan oleh Allah SWT. Manusia diberikan kebebasan untuk mempergunakan harta yang dimilikinya, tetapi kebebasan itu dibatasi oleh ketentuan Tuhan yang tertinggi serta manusia dimotivasi untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Kebebasan manusia diikuti oleh ketentuan Tuhan yang membatasi kebebasan manusia untuk mentasarrufkan hartanya secara semena-mena.
Dalam aspek keseimbangan kehidupan sosial, ajaran Islam tidak menganut paham komunis yang mengajarkan bahwa setiap orang mesti memiliki kesetaraan dan kesamaan dalam bidang apa saja termasuk dalam masalah harta. Ajaran Islam menggunakan prinsip berbagi dari yang kaya kepada yang miskin, inilah yang kita kenal dengan lembaga perzakatan Islam. Ibadah zakat yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada manusia memiliki berbagai macam hikmah, ada yang dapat diungkap oleh manusia tetapi masih banyak yang masih tersimpan dalam lautan ilmu Tuhan yang belum dapat ditembus oleh keterbatasan kemampuan manusia. Jika perintah zakat ditunaikan oleh manusia, maka kestabilan hidup manusia dapat terjaga, baik dari aspek kesejahteraan maupun keamanan. Zakat yang disalurkan secara terorganisir dan terpola dapat membantu jalannya program pengentasan kemiskinan tanpa menjadikan orang miskin memiliki ketergantungan terhadap oarang kaya. Jika zakat ditunaikan oleh orang kaya kepada si miskin maka kecemburuan sosial dan kedengakian anata golongan kaya dan miskin dapat diatasi, sehingga di sinilah akan timbul keseimbangan dan saling jaga akan tercipta.
ZAKAT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
            Zakat sebagai suatu ibadah yang bersifat sosial kemasyarakatan adalah hak tertentu yang diwajibkan Allah terhadap harta kaum muslimin yang berkecukupan. Hak tersebut diperuntukkan bagi fakir miskin dan mustahik lainnya yang membutuhkan, sebagai tanda syukur atas segala nikmat dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya serta untuk membersihkan diri dan hartanya. Ibadah zakat mempunyai dua aspek, yaitu aspek hubungan manusia dengan Allah Swt (hablum minallah) dan aspek hubungan manusia dengan sesama (hablum minannas).[4]
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti yaitu al-barakatu (keberkahan), al-namaa (pertumbuhan dan perkembangan), ath-thaharatu (kesucian), dan ash-shalahu (keberesan). Makna keberkahan yang terdapat pada zakat berarti dengan membayar zakat akan memberikan berkah kepada harta yang dimiliki dan insya Allah, akan membantu meringankan di akhirat kelak, sebab salah satu harta yang tidak akan hilang meskipun sampai kita di alam barzah adalah amal jariyah. Zakat berarti pertumbuhan, karena dengan memberikan hak fakir miskin dan lain-lain yang terdapat dalam harta benda kita, akan terjadilah suatu sirkulasi uang yang dalam masyarakat yang mengakibatkan berkembangnya fungsi uang itu dalam kehidupan perekonomian di masyarakat. Zakat bermakna kesucian ataupun keberesan dimaksudkan untuk membersihkan harta benda milik orang lain, yangdengan sengaja atau tidak sengaja, termasuk ke dalam harta benda kita. Dalam tulisan ini akan dibahas makna "pertumbuhan" dalam definisi zakat secara sudut pandang ekonomi.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-baqarah ayat 261, "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui," (Q.S [2]:261).
Zakat dalam bentuk bantuan konsumtif yang diberikan kepada mustahik akan meningkatkan pendapatan mustahik, yang berarti daya beli mustahik tersebut atas suatu produk yang menjadi kebutuhannya akan meningkat pula. Peningkatan daya beli atas suatu produk ini akan berimbas pada peningkatan produksi atau perusahaan, imbas dari peningkatan produksi adalah penambahan kapasitas produksi yang hal ini berarti perusahaan akan menyerap tenaga kerja lebih banyak. Hal ini berarti tingkat pengangguran akan semakin berkurang. Sementara itu di sisi lain, peningkatan produksi akan berakibat pada meningkatnya pajak yang dibayarkan kepada negara, baik pajak perusahaan, pajak pertambahan nilai maupun pajak penghasilan. Bila penerimaan negara dari pajak bertambah, maka negara akan mampu menyediakan sarana dan prasarana untuk pembangunan serta mampu menyediakan fasilitas publik bagi masyarakat, dan apabila zakat yang mampu dikumpulkan secara signifikan akan mampu memberikan pendidikan dan kesehatan gratis bagi masyarakat. Dari gambaran di atas terlihat bahwa dari pembayaran zakat mampu menghasilkan efek pengganda – dalam bahasa
ekonomi hal ini dikenal dengan multiplier effect – dalam perekonomian, yang pada akhirnya secara tidak langsung akan berimbas pula kepada kita. Bantuan yang diberikan dalam bentuk bantuan konsumtif saja sudah mampu memberikan efek pengganda yang cukup signifikan. Apalagi, zakat diberikan dalam bentuk bantuan produktif seperti modal kerja atau dana bergulir, maka sudah barang tentu efek pengganda yang didapat akan lebih besar lagi dalam suatu perekonomian, dikarenakan zakat memberikan efek dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dalam zakat dalam bentuk bantuan konsumtif.
Dapat disimpulkan bahwa zakat bermakna "pertumbuhan" dan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 261 tentang zakat yang dapat memberikan balasan yang berlipat ganda bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah tidak hanya berupa kebajikan semata melainkan turut pula memberikan pengaruh berlipat ganda dalam perekonomian.
a.      Penerapan Zakat dalam Sistem Ekonomi Islam.
Zakat merupakan ketentuan yang wajib dalam sistem ekonomi Islam (obligatory zakat system), sehingga pelaksanaannya melalui institusi resmi negara yang memiliki ketentuan hukum. Zakat dikumpulkan, dikelola atau didistribusikan melaui lembaga Baitul MaalKetentuan atau instrumen yang ditetapkan Allah SWT pada aspek-aspek kehidupan manusia pada umumnya memiliki dua fungsi utama yang memberikan manfaat bagi individu (nafs) dan kolektif (jama’i).[5] Demikian pula halnya dengan sistem zakat dalam ekonomi Islam yang berfungsi sebagai alat ibadah orang yang membayar zakat (muzakki) yang memberikan kemanfaatan individu (nafs), dan berfungsi sebagai penggerak ekonomi bagi orang-orang di lingkungan yang menjalankan sistem zakat ini, yang memberikan kemanfaatan kolektif (jama’i). Manfaat individu dari zakat adalah bahwa ia akan membersihkan dan menyucikan mereka yang membayar zakat. Zakan akan membersihkan hati manusia dari kekikiran dan cinta harta yang berlebihan, dan zakat akan menyucikan atau menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati manusia. Sementara itu, manfaat kolektif dari zakat itu adalah bahwa zakat akan terus mengingatkan orang yang memiliki kecukupan harta bahwa ada hak orang lain dalam hartanya. Sifat kebaikan ini yang kemudian mengantarkan zakat memainkan peranannya sebagai instrumen yang memberikan kemanfaatan kolektif (jama’i). Dengan kelembutan dan kebaikan hati, manusia akan memberikan hartanya pada manusia lain yang membutuhkan. Dengan kata lain, zakat ‘memaksa’ manusia yang memiliki kecukupan harta berinteraksi dengan manusia lain yang kekurangan.
Selain itu, eksistensi zakat dalam kehidupan manusia baik pribadi maupun kolektif pada hakikatnya memiliki makna ibadah dan ekonomi. Di satu sisi, zakat merupakan bentuk ibadah wajib bagi mereka yang mampu dari kepemilikan harta dan menjadi salah satu ukuran variabel utama dalam menjaga kestabilan sosial ekonomi agar selalu berada pada posisi aman untuk terus berlangsung.
Dari perspektif kolektif dan ekonomi, zakat akan melipatgandakan harta masyarakat. Proses pelipatgandaan ini dimungkinkan di pasar yang kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan permintaan terjadi karena perekonomian mengakomodasi golongan manusia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan minimalnya sehingga pelaku dan volume pasar dari sisipermintaan meningkat. Distribusi zakat pada golongan masyarakat kurang mampu akan menjadi pendapatan yang membuat mereka memiliki daya beli atau memiliki akses pada perekonomian. Sementara itu, peningkatan penawaran terjadi karena zakat memberikan disinsentif bagi penumpukan harta diam (tidak diusahakan atau idle) dengan mengenakan ‘potongan’ sehingga mendorong harta untuk diusahakan dan dialirkan untuk investasi di sektor riil. Pada akhirnya, zakat berperan besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara makro. Dengan adanya mekanisme zakat, aktivitas ekonomi dalam kondisi terburuk sekalipun dipastikan akan dapat berjalan paling tidak pada tingkat yang minimal untuk memenuhi kebutuhan primer. Oleh karena itu, instrumen zakat dapat digunakan sebagai perisai terakhir bagi perekonomian agar tidak terpuruk dari kondisi krisis di mana kemampuan konsumsi mengalami stagnasi (underconsumption). Zakat memungkinkan perekonomian terus berjalan pada tingkat yang minimum karena kebutuhan konsumsi minimum dijamin oleh dana zakat.
Dari penjelasan tersebut, secara ringkas penerapan sistem zakat akan berdampak positif di sektor riil dalam beberapa hal, antara lain :
1)      Zakat menjadi mekanisme baku yang menjamin terdistribusinya pendapatan dan kekayaan sehingga tidak terjadi kecenderungan penumpukkan faktor produksi pada sekelompok orang yang berpotensi menghambat perputaran ekonomi.
2)      Zakat merupakan mekanisme perputaran ekonomi (velocity) itu sendiri yang memelihara tingkat permintaan dalam ekonomi. Dengan kata lain, pasar selalu tersedi bagi produsen untuk memberikan penawaran. Dengan begitu, sektor riil selalu terjaga pada tingkat yang minimum tempat perekonomian dapat berlangsung karena interaksi permintaan dan penawaran selalu ada. Pentingnya perputaran ini tergambar dalam rumusan MV=PT dari golongan monetaris konvensional.
3)      Zakat mengakomodasi warga negara yang tidak memiliki akses ke pasar karena tidak memiliki daya beli atau modal untuk kemudian menjadi pelaku aktif dalam ekonomi sehingga volume aktivitas ekonomi realtif lebih besar (jika dibandingkan dengan aktivitas ekonomi konvensional).
Selain itu, eksistensi zakat dalam kehidupan manusia baik pribadi maupun kolektif pada hakikatnya memiliki makna ibadah dan ekonomi. Di satu sisi, zakat merupakan bentuk ibadah wajib bagi mereka yang mampu dari kepemilikan harta dan menjadi salah satu ukuran variabel utama dalam menjaga kestabilan sosial ekonomi agar selalu berada pada posisi aman untuk terus berlangsung.
b.      Pengaruh Zakat dalam Ekonomi
Adapun pengaruh zakat pada Ekonomi,diantaranya:
1)      Zakat mendorong pemilik modal mengelola hartanya.
Zakat mal itu dikenakan pada harta diam yang dimiliki seseorang setelah satu tahun, harta yang produktif tidak dikenakan zakat. Jadi, jika seseorang menginvestasikan hartanya, maka ia tidak dikenakan kewajiban zakat mal. Hal ini dipandang mendorong produktifitas, karena uang yang selalu diedarkan di masyarakat, akhirnya perputaran uang beredar bertambah. Akhirnya perekonoian suatu negara akan berjalan lebih baik.
2)      Meningkatkan etika bisnis.
Kewajiban zakat dikenakan pada harta yang diperoleh dengan cara yang halal. Zakat memang menjadi pembersih harta, tetapi tidak membersihkan harta yang diperoleh secara batil. Maka hal ini akan mendorong pelaku usaha agar memperhatikan etika bisnis
3)      Pemerataan pendapatan.
Pengelolaan zakat yang baik, dan alokasi yang tepat sasaran akan mengakibatkan pemerataan pendapatan. Hal inilah yang dapat memecahkan permasalahan utama bangsa Indonesia (kemiskinan). Kemiskinan di Indonesia tidak terjadi karena sumber pangan yang kurang, tetapi distribusi bahan makanan itu yang tidak merata, sehingga banyak orang yang tidak memiliki kemudahan akses yang sama terhadap bahan pangan tersebut. Dengan zakat, distribusi pendapatan itu akan lebih merata dan tiap orang akan memiliki akses lebih terhadap distribusi pendapatan.
4)      Pengembangan sektor riil.
Salah satu cara pendistribusian zakat dapat dilakukan dengan memberikan bantuan modal usaha bagi para mustahiq. Pendistribusian zakat dengan cara ini akan memberikan dua efek yaitu meningkatkan penghasilan mustahiq dan juga akan berdampak pada ekonomi secara makro. Usaha yang dilakukan tersebut merupakan usaha yang meningkatkan sektor riil, menggerakkan pertumbuhan dan aktifitas perekonomian. Hal ini sangat erat kaitannya dengan daya saing kompetitif dan komparatif suatu bangsa. Ukuran produktifitas suatu bangsa dapat dilihat dari kemampuan sektor riil-nya dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat.
5)      Sumber dana pembangunan.
Banyak kaum dhuafa yang sangat sulit mendapatkan fasilitas kesehatan, pendidikan, maupun sosial ekonomi. Lemahnya fasilitas ini akan sangat berpengaruh dalam kehidupan kaum termarjinal. Kesehatan dan pendidikan merupakan modal dasar agar SDM yang dimiliki oleh suatu negara berkualitas tinggi.Peran dana zakat sebagai sumber dana pembangunan fasilitas kaum dhuafa akan mendorong pembangunan ekonomi jangka panjang.[6]
c.       Zakat Dalam Pembangunan
Kewajiban zakat dalam pembangunan pada hakekatnya merupakan implementasi dari pembangunan sosial. Penerapan zakat dalam pembangunan dan aktifitas ekonomi ditujukan untuk menciptakan harmoni antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan ekonomi. Setidaknya, dalam pelaksanaan zakat, terdapat fungsi-fungsi dari pembangunan sosial yang secara umum terlihat dalam dua hal, yaitu agenda redistribusi harta kekayaan dan upaya pemberdayaan masyarakat. Perintah zakat, pada dasarnya, merupakan sebuah upaya agar harta kekayaan dapat terdistribusi secara merata dalam masyarakat. Islam tidak menginginkan harta kekayaan tersebut hanya beredar dikalangan tertentu saja dalam masyarakat (Q.S. Al-Hasyr [59]: 7).  Sebuah peringatan yang justru tengah terjadi dalam dinamika ekonomi kontemporer, di manapara pemilik modal dapat leluasa mengakumulasi modal mereka secara tersistematis dan mampu menikmati kesejahteraan yang sangat layak. Sementara, kelompok masyarakat miskin selalu tertindas karena mereka tidak memiliki modal (harta) sedikitpun untuk dapat menjalani kehidupan ekonomi mereka.
Terkait dengan redistribusi ini, Islam memandang bahwa status kepemilikan harta bukanlah otoritas absolut individu. Artinya, manusia bukanlah pemilik mutlak dari harta kekayaan yang mereka dapati. Semua itu merupakan titipan dari Allah SWT. Lebih lanjut, Islam menegaskan bahwa dalam harta yang diperoleh tersebut, di dalamnya, terdapat hak-hak orang lain dari harta yang mereka hasilkan (Q.S. Al-Ma’aarij [70]: 24-25). Karena itu, redistribusi harta kekayaan melalui zakat, dalam pandangan Islam, memiliki landasan yang jelas.
Adapun dalam pelaksanaannya, zakat tidaklah ditujukan untuk menghentikan kemajuan ekonomi, karena telah mengambil sebagian modalnya untuk pembangunan kesejahteraan orang lain yang kurang beruntung. Sementara, memanjakan ‘orang-orang malas’ agar dapat terus hidup dalam ‘budaya kemiskinan-nya’. Pengalihan sebagian kepemilikan tersebut dimaksudkan agar setiap individu memiliki peluang untuk dapat berpartisipasi dan mengoptimalkan potensinya dalam aktivitas ekonomi. Islam, dalam konsep zakat ini, memandang bahwa kemiskinan bukanlah disebabkan karena ketidakmampuan individu dalam melakukan proses produksi. Kemiskinan yang terjadi saat ini disebabkan karena mereka tidak memiliki akses untuk melakukan aktifitas ekonomi, dikarenakan ketiadaan harta sebagai modal bagi mereka. Karena itu, kran penyumbat akses menuju aktifitas ekonomi itu harus dibuka dengan redistribusi harta melalui penerapan zakat.
Dengan demikian, zakat pada dasarnya, merupakan sebuah manifestasi nyata dari konsep ‘trickle down effect’. Aplikasi zakat dalam pembangunan tidak diarahkan untuk mengekang laju pertumbuhan ekonomi, melainkan memberikan kebebasan bagi setiap aktor ekonomi dalam menjalankan aktifitas untuk memperoleh keuntungan yang terbaik dan halal. Namun, zakat mengingatkan bahwa dalam capaian kemajuan ekonomi tersebut, terdapat hak-hak orang lain yang harus diberikan kepada mereka yang kurang beruntung. Sehingga, kemajuan ekonomi memberikan efek yang merembas bagi masyarakat kecil di bawahnya.  Dengan analisis yang sama, pelaksanaan zakat memiliki tujuan objektif untuk meruntuhkan fenomena pembangunan yang terdistorsi. Melalui mekanisme redistribusi harta kekayaan, zakat berupaya meminimalisasikan gap antara kemajuan ekonomi dengan kesejahteraan sosial. Redistribusi harta kekayaan tersebut diarahkan pada tujuan yang lebih spesifik yaitu penyebaran kesejahteraan secara progresif. Laju pertumbuhan ekonomi mampu memberikan sharing pendapatan bagi masyarakat yang kurang beruntung, sehingga pertumbuhan ekonomi tidak hanya terjadi pada kelompok yang memiliki modal saja. Tetapi juga tersebar merata bagi mereka yang tergolong miskin, karena adanya tambahan distribusi pendapatan melalui zakat.
Oleh karenanya, penerapan zakat dalam pembangunan mampu memacu pembangunan kesejahteraan sosial, bersamaan dengan laju pertumbuhan ekonomi. Pemberdayaan masyarakat. Dalam pembangunan sektor riil, zakat memiliki peranan yang cukup besar. Peran tersebut diimplementasikan dalam agenda pemberdayaan masyarakat melalui produktifitas dana zakat. Pada dasarnya, zakat merupakan sebuah institusi advokasi yang produktif dalam pemberdayaan masyarakat. Artinya, pemanfaatan zakat semestinya bukan hanya terpaku pada hal-hal yang bersifat karitatif dan konsumtif. Melainkan memiliki agenda pembangunan masyarakat yang terpadu melalui pemberdayaan masyarakat.
PENUTUP 
a.      Kesimpulan
Secara etimologi, zakat memiliki beberapa makna yang di antaranya adalah suci. “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.” (QS. Asy-Syams: 9). Maksudnya adalah suci dan dosa dan kemaksiatan. Selain itu, zakat bisa bermakna tumbuh dan berkah. Secara syar’i, zakat adalah sedekah tertentu yang diwajibkan dalam syariah terhadap harta orang kaya dan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.Adapun hikmah zakat antara lain :
1. Hikmah Diniyah (Agama)
2. Hikmah Khuluqiyah (Akhlak)
3. Hikmah Ijtimaiyyah (Sosial)
*        Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam, karena zakat merupakan salah satu implementasi asas keadilan dalam sistem ekonomi Islam. Zakat mempunyai enam prinsip.
1. Prinsip keyakinan keagamaan, yaitu bahwa orang yang membayar zakat merupakan salah satu manifestasi dari keyakinan agamanya.
2. Prinsip pemerataan dan keadilan; merupakan tujuan sosial zakat, yaitu membagi kekayaan yang diberikan Allah lebih merata dan adil kepada manusia.
3. Prinsip produktivitas, yaitu menekankan bahwa zakat memang harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu setelah lewat jangka waktu tertentu.
4. Prinsip nalar, yaitu sangat rasional bahwa zakat harta yang menghasilkan itu harus dikeluarkan.
5. Prinsip kebebasan, yaitu bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas atau merdeka (hurr).
6. Prinsip etika dan kewajaran, yaitu zakat tidak dipungut secara semena-mena, tapi melalui aturan yang disyariatkan.
Sedangkan tujuan zakat adalah untuk mencapai keadilan sosial ekonomi. Zakat merupakan transfer sederhana dari bagian dengan ukuran tertentu harta si kaya untuk dialokasikan kepada si miskin.

DAFTAR PUSTAKA

KH. Imam Zarkasi, Fiqh 2 (Gontor-Ponogoro Tri Murti press. 95) hal. 1
Nuruddin Mhd. Ali. Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada) hal. 6
Hasbi Ash Shiddieqy. Kuliah Ibadah ( Jakarta, PT. Bulan Bintang ), hal. 168
Yusuf Qardhawi, kiatIslam Mengentaskan Kemiskinan, (Jakarta : Gema Insani Press, 1995), cet. 1, hal.91
Muhamad Daud Ali, SystemEkonomi Islam Zakat Dan Wakaf (Jakarta, Ui-Press) hal. 23
Muhamad Daud Ali. Ibid, hal. 27


[1]  Zarkasi, Fiqh 2 (Gontor-Ponogoro Tri Murti press. 95) hal. 1
[2] Nuruddin Mhd. Ali. Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal (Jakarta, PT 
Raja Grafindo Persada) hal. 6
[3] Hasbi Ash Shiddieqy. Kuliah Ibadah ( Jakarta, PT. Bulan Bintang ), hal. 168
[4]Yusuf Qardhawi, kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan, (Jakarta : Gema Insani Press, 1995), cet. 1, hal.91
[5] Muhamad Daud Ali, System Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf (Jakarta, Ui-Press) hal. 23
                [6]Muhamad Daud Ali. Ibid,hal. 27

No comments :

Post a Comment