Indexia

Learning to appreciate a process for a change
Powered by Blogger.

Muhammad Sebagai Bisnisman Hebat

No comments
         

          Allah SWT tidak membenci kecenderungan manusia dalam mencintai harta benda miliknya. Selama mereka tidak berlebihan dalam mencintai harta benda melebihi kecintaan kepada Allah SWT. Berwirausaha adalah salah satu cara untuk menjemput rejeki dari Allah SWT. Manusia dalam berdagang tentu saja memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan yang banyak, namun hal itu tentu saja harus diiringi oleh etika dalam berusaha. Nabi Muhammad SAW tercatat dalam sejarah adalah pembawa kemaslahatan dan kebaikan yang tiada bandingan untuk seluruh umat manusia. Bagaimana tidak karena Rasulullah SAW telah membuka zaman baru dalam pembangunan peradaban dunia.

Beliaulah adalah tokoh yang paling sukses dalam bidang agama (sebagai Rasul) sekaligus dalam bidang duniawi (sebagai pemimpin negara dan peletak dasar peradaban Islam yang gemilang selama 1000 tahun berikutnya). Kesuksesan Rasulullah SAW itu sudah banyak dibahas dan diulas oleh para ahli sejarah Islam maupun Barat. Namun ada salah satu sisi Muhammad SAW ternyata jarang dibahas dan kurang mendapat perhatian oleh para ahli sejarah maupun agama yaitu sisinya sebagai seorang pebisnis ulung. Padahal manajemen bisnis yang dijalankan Rasulullah SAW hingga kini maupun di masa mendatang akan selalu relevan diterapkan dalam bisnis modern.
Setelah kakeknya yang merawat Muhammad SAW sejak bayi wafat, seorang pamannya yang bernama Abu Thalib lalu memeliharanya. Abu Thalib yang sangat menyayangi Muhammad SAW sebagaimana anaknya sendiri adalah seorang pedagang. Sang paman kemudian mengajari Rasulullah SAW cara-cara berdagang (berbisnis) dan bahkan mengajaknya pergi bersama untuk berdagang meninggalkan negerinya (Mekkah) ke negeri Syam (yang kini dikenal sebagai Suriah) pada saat Rasulullah SAW baru berusia 12 tahun. Tidak heran jika beliau telah pandai berdagang sejak berusia belasan tahun. Kesuksesan Rasulullah SAW dalam berbisnis tidak terlepas dari kejujuran yang mendarah daging dalam sosoknya.[1]
            Kejujuran itulah telah diakui oleh penduduk Mekkah sehingga beliau digelari Al Shiddiq. Selain itu, Muhammad SAW juga dikenal sangat teguh memegang kepercayaan (amanah) dan tidak pernah sekali-kali mengkhianati kepercayaan itu. Tidak heran jika beliau juga mendapat julukan Al Amin (Terpercaya). Menurut sejarah, telah tercatat bahwa Muhammad SAW melakukan lawatan bisnis ke luar negeri sebanyak 6 kali diantaranya ke Syam (Suriah), Bahrain, Yordania dan Yaman. Dalam semua lawatan bisnis, Muhammad selalu mendapatkan kesuksesan besar dan tidak pernah mendapatkan kerugian.
Lima dari semua lawatan bisnis itu dilakukan oleh beliau atas nama seorang wanita pebisnis terkemuka Mekkah yang bernama Khadijah binti Khuwailid. Khadijah yang kelak menjadi istri Muhammad SAW, telah lama mendengar reputasi Muhammad sebagai pebisnis ulung yang jujur dan teguh memegang amanah. Lantaran itulah, Khadijah lalu merekrut Muhammad sebagai manajer bisnisnya. Kurang lebih selama 20 tahun sebelum diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun, Muhammad mengembangkan bisnis Khadijah sehingga sangat maju pesat. Boleh dikatakan bisnis yang dilakukan Muhammad dan Khadijah (yang menikahinya pada saat beliau berusia 25 tahun) hingga pada saat pengangkatan kenabian Muhammad adalah bisnis konglomerat.
            Pola manajemen bisnis apa yang dijalankan Muhammad SAW sehingga bisnis junjungan kita itu mendapatkan kesuksesan spektakuler pada zamannya. Ternyata jauh sebelum para ahli bisnis modern seperti Frederick W. Taylor dan Henry Fayol pada abad ke-19 mengangkat prinsip manajemen sebagai sebuah disiplin ilmu, ternyata Rasulullah SAW telah mengimplementasikan nilai-nilai manajemen modern dalam kehidupan dan praktek bisnis yang mendahului masanya. Berdasarkan prinsip-prinsip manajemen modern, Rasulullah SAW telah dengan sangat baik mengelola proses, transaksi, dan hubungan bisnis dengan seluruh elemen bisnis serta pihak yang terlihat di dalamnya.
Seperti dikatakan oleh Prof. Afzalurrahman dalam bukunya “Muhammad: A Trader” bahwa Rasulullah SAW adalah pebisnis yang jujur dan adil dalam membuat perjanjian bisnis. Ia tidak pernah membuat para pelanggannya mengeluh. Dia sering menjaga janjinya dan menyerahkan barang-barang yang dipesan dengan tepat waktu. Muhammad SAW pun senantiasa menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar dan integritas yang tinggi dalam berbisnis. Dengan kata lain, beliau melaksanakan prinsip manajemen bisnis modern yaitu kepuasan pelanggan (customer satisfaction), pelayanan yang unggul (service exellence), kemampuan, efisiensi, transparansi (kejujuran), persaingan yang sehat dan kompetitif.
Dalam menjalankan bisnis, Muhammad SAW selalu melaksanakan prinsip kejujuran (transparasi). Ketika sedang berbisnis, beliau selalu jujur dalam menjelaskan keunggulan dan kelemahan produk yang dijualnya. Ternyata prinsip transparasi beliau itu menjadi pemasaran yang efektif untuk menarik para pelanggan. Beliau juga mencintai para pelanggannya seperti mencintai dirinya sehingga selalu melayani mereka dengan sepenuh hatinya (melakukan service exellence) dan selalu membuat mereka puas atas layanan beliau (melakukan prinsip customer satisfaction).[2]
            Dalam melakukan bisnisnya, Muhammad SAW tidak pernah mengambil margin keuntungan sangat tinggi seperti yang biasa dilakukan para pebisnis lainnya pada masanya. Beliau hanya mengambil margin keuntungan secukupnya saja dalam menjual produknya. Ternyata kiat mengambil margin keuntungan yang dilakukan beliau sangat efektif, semua barang yang dijualnya selalu laku dibeli Orang-orang lebih suka membeli barang-barang jualan Muhammad daripada pedagang lain karena bisa mendapatkan harga lebih murah dan berkualitas. Dalam hal ini, beliau melakukan prinsip persaingan sehat dan kompetitif yang mendorong bisnis semakin efisien dan efektif.
Boleh dikatakan Rasulullah SAW adalah pelopor bisnis yang berdasarkan prinsip kejujuran, transaksi bisnis yang adil dan sehat. Beliau juga tidak segan mensosialisasikan prinsip-prinsip bisnisnya dalam bentuk edukasi dan pernyataan tegas kepada para pebisnis lainnya. Ketika menjadi kepala negara, Rasulullah SAW mentransformasikan prinsip-prinsip bisnisnya menjadi pokok-pokok hukum. Berdasarkan hal itu, beliau melakukan penegakan hukum pada para pebisnis yang nakal. Beliau pula yang memperkenalkan asas “Facta Sur Servanda” yang kita kenal sebagai asas utama dalam hukum perdata dan perjanjian.
Di tangan para pihaklah terdapat kekuasaan tertinggi untuk melakukan transaksi bisnis yang dibangun atas dasar saling setuju.

A.    Rumusan Masalah
            Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akah dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.    Bagaimanakah sejarah awal nabi muhammad memulai bisnis hingga menjadi seorang pebisnis hebat?
2.    Apa saja konsep-konsep yang di terapkan oleh Nabi Muhammad dalam berbisnis?

PEMBAHASAN
A.    Sejarah Karir Bisnis Rasulullah SAW
            Nabi Muhammad telah memulai merintis karir dagangnya ketika berumur 12 tahun dan memulai usahanya sendiri ketika berumur 17 tahun. Pekerjaan ini terus dilakukan sampai menjelang beliau menerima wahyu (beliau berusia sekitar 37 tahun). Dengan demikian beliau telah berprofesi sebagai entrepreneur selama 25 tahun ketika beliau menerima wahyu. Berikut ini adalah urutan masa Nabi Muhammad dalam berbisnis :
1.    Masa Kecil Nabi Membentuk Jiwa Wirausaha
            Beliau terlahir sebagai anak yatim. Ayahnya, Abdullah meninggal ketika Muhammad masih dalam kandungan ibunya. Muhammad kecil menjadi yatim piatu pada usia 6 tahun. Kemudian beliau diasuh oleh kakeknya Abdul Muthalib, setelah wafat, dilanjutkan pamannya Abu Thalib. Mengkaji pribadi beliau, kita akan mendapatkan jiwa entrepreneurship beliau sudah dipupuk sejak dini. Allah mentarbiyah (mendidik) kekuatan pribadinya sejak kecil dengan hidup dalam kondisi yatim-piatu. Beliau memulai mengasah mentalitas wirusahanya dengan menjadi pengembala. Beliau menjadi pengembala untuk orang-orang Mekkah di masa kanak-kanaknya.
Dengan menjadi pengembala beliau mendapatkan upah. Beliau mengembalakan biri-biri orang Quraisy ketika masih terlalu muda ini guna meringankan sedikit beban yang ditanggung oleh pamannya. Beliau ingin berpenghasilan dan bisa mandiri. Tidak hendak berpangku tangan hanya sekedar bermain saja. Sebagai anak muda yang jujur dan punya harga diri, beliau sama sekali tidak suka berlama-lama menjadi tanggungan pamannya yang memiliki beban keluarga besar. Beliau kemudian dalam usia mudanya melanjutkan menjadi pebisnis dalam bidang perdagangan. Pekerjaan menggembala ternak merupakan pekerjaan yg umum dilakukan oleh para Nabi dan Rasul, seperti Nabi Musa, Daud, dan Isa.
Menurut catatan sejarah, di masa kecil Nabi Muhammad pernah menggembala ternak penduduk Makkah. Fungsi Leadership penggembala : [3]
a)    Reflecting (mencari) padang gembalaan yg subur.
b)   Directing (mengarahkan) menggiring ternak ke padang gembalaan.
c)    Controlling (mengawasi) agar tidak tersesat atau terpisah dari kelompok.
d)   Protecting (melindungi) dari hewan pemangsa dan pencuri.
e)    Reflecting (perenungan) Alam, manusia, dan Ciptaan Allah.
2.    Perjalanan Dagang Nabi Muhammad          
            Jiwa enterepreneurship-nya semakin kuat karena sejak usia 12 tahun telah mengikuti perjalanan bisnis pamannya yang meliputi; Syria, Jordan, dan Lebanon saat ini. Muhammad melihat peluang bisnis sebagai sarana yang menarik untuk mandiri. Hal ini setidaknya cukup dipengaruhi oleh kondisi yang melingkupinya. Saat itu kondisi Mekkah yang paling berkembang adalah bisnis perdagangan. Tanahnya yang kering sangat sulit untuk bercocok tanam. Kejelian melihat peluang keuntungan terbesar pada sektor perdagangan kemudian membuatnya menekuni bisnis perdagangan ini. Selain itu latar belakang keluarganya adalah pebisnis yang sangat kuat dan sukses.
Sebagaimana sejarah mencatat, empat orang putera Abdul Manaf (kakek-kakeknya) adalah pemegang izin kunjungan dan jaminan keamanan dari para penguasa dari negara-negara tetangga seperti Syiria, Irak, Yaman dan Ethopia. Mereka dapat membawa kafilah-kafilah bisnisnya ke berbagai negara tersebut secara aman dan lancar. Selain itu, Muhammad dilahirkan pada masa kaum Quraisy mencapai kejayaan dalam perdagangan. Sejak kecil beliau juga dirawat kakeknya Abdul Muthalib yang juga pebisnis. Setelah kakeknya meninggal, Muhammad kemudian tinggal bersama pamannya Abu Thalib yang berprofesi dalam bisnis perdagangan pula.
Sebagai anak muda yang lembut hati, berazzam kuat dan memiliki harga diri yang tinggi, beliau sama sekali tidak suka berlama-lama menjadi tanggungan sang paman. Ketika menginjak semakin dewasa dan menyadari bahwa pamannya memiliki beban berat keluarga besar yang harus diberi nafkah, beliau mulai berdagang sendiri di Makkah. Profesi sebagai pebisnis ini dimulai dalam sekala yang kecil dan bersifat pribadi. Beliau membeli barang-barang dari satu pasar lalu menjualnya pada orang lain.
            Muhammad adalah seorang pemuda miskin yang memulai bisnisnya dari tahap awal. Terkadang bekerja untuk mendapatkan upah dan terkadang sebagai agen untuk beberapa pebisnis kaya di kota Mekkah. Dalam mencari nafkah yang halal beliau bekerja keras, sungguh-sungguh dan cermat menggeluti profesi bisnis ini yang tentunya tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup tetapi juga membangun reputasi dimata para pemodal, relasi dan pelanggan. Beliau juga telah memasuki kerjasama bisnis bersama dengan beberapa orang. Sebagai pribadi yang dikenal jujur (shidiq) dan terpercaya (amin) oleh masyarakat, beliau memiliki kesempatan untuk mengembangkan bisnisnya dengan menjalankan modal orang lain.
Diantaranya menerima modal dari para janda dan anak yatim dengan sistem upah maupun bagi hasil. Beliau juga pernah bermitra dengan Saib ibnu Ali yang pernah menyatakan dan mengakui bahwa Muhammad adalah mitranya dalam berdagang dan selalu lurus dalam perhitungan-perhitungannya. Salah satu dari mitra pemodal lainnya adalah Khadijah, salah seorang konglomerat kaya di masa itu. Muhammad menjalankan kontrak syirkah (kerjasama) dengan sistem upah maupun bagi hasil (mudharabah) dengan Khadijah. Kadang-kadang dalam kontraknya Muhammad sebagai pengelola (mudharib) dan Khadijah sebagai sleeping partner(shahibul maal) dan sama-sama berbagi atas keuntungan maupun kerugian.
Terkadang pula Muhammad menjadi pebisnis yang digaji/medapatkan upah untuk mengelola barang dagangan Khadijah. Diantaranya Khadijah pernah mempercayakan kepadanya modal untuk bertolak ke Syiria. Dalam masa usia 17 hingga sekitar 20 tahun adalah masa tersulit dalam perjalanan bisnis Muhammad karena beliau harus mandiri dan bersaing dengan pemain-pemain senior dalam perdagangan regional. Ketekunan, Kejelian dan Kesuksesan Muhammad kemudian banyak melakukan perjalanan-pejalanan bisnis dengan modal Khadijah ini. Beliaupun telah sering mengunjungi Bahrain dalam rangkaian lawatan bisnis. Beliau adalah seorang saudagar ulung.
Beliau pernah mendapatkan imbalan seekor unta muda untuk setiap kali perjalanan ke kota-kota dagang di sekitar Yaman. Sebuah Hadits juga menjelasakan, diriwayatkan oleh Allamah Dzahabi, Nabi bersabda: ”Saya telah melakukan dua kali perjalanan dagang untuk Khadijah dan mendapat upah dua ekor unta betina dewasa (Jami’ Shaghir)”. Ketekunan dan kesungguhan beliau dalam berbisnis juga sangat menonjol. Beliau pernah menunggu pembelinya, Abdullah bin Abdul Hamzah selama tiga hari. Abdullah bin Abdul Hamzah mengatakan: “Aku telah membeli sesuatu dari Nabi sebelum beliau menerima tugas kenabian, dan karena masih ada suatu urusan dengannya maka menjanjikan untuk mengantarkan padanya, tetapi aku lupa.
Ketika teringat tiga hari kemudian, aku pun pergi ke tempat tersebut dan menemukan Nabi masih berada disana. Nabi berkata “Engkau telah membuatku resah, aku berada di sini selama tiga hari menunggumu”(HR. Abu Dawud). Sebuah kesabaran dan pengorbanan yang luar biasa untuk tidak membuat relasi atau pelanggan (customer) kecewa. Tidak pula lantas marah, kecuali hanya menyampaikan bahwa telah menunggu tiga hari.[4] Kecerdasan Bisnis beliau sangat teruji. Beliau pernah ketika menjual barang dagangan di pasar-pasar Busra meraih keuntungan dua kali lipat dibanding pebisnis-pebisnis yang lain. Ketika Khadijah mendapatinya dengan keuntungan yang sangat besar yang belum pernah diraih siapapun sebelumnya maka Khadijah memberikan keuntungan yang lebih besar daripada yang telah mereka berdua sepakati sebelumnya.
Kecerdikan dalam berbisnis dan penguasaannya tehadap pasar juga sangat luar biasa. Pada suatu waktu Muhammad diminta membawa dagangan milik Siti Khadijah. Muhammad dikenal sebagai orang yang jujur dalam segala hal, sehingga digelari Al-Amin (orang yang paling dapat dipercaya). Hal itu pun diterapkan dalam berbisnis. Para pebisnis Quraisy Mekkah tidak suka kepada Muhammad yang jujur dalam berdagang ini. Bagi mereka, dagang ya dagang, jujur ya jujur. Mereka berpandangan tidak bisa kedua hal itu dipadukan. Akhirnya mereka membuat rencana untuk membangkrutkan Muhammad. Ketika rombongan pedagang Mekkah itu membawa barang dagangan ke Syam (sekarang dikenal dengan nama Suriah), mereka sengaja menjatuhkan harga.
Muhammad tidak mau melakukannya, karena yang dia bawa adalah dagangan milik Siti Khadijah, bukan miliknya sendiri. Beliau harus amanah. Selain itu, beliau telah sangat memahami kondisi pasar saat itu bahwa jumlah permintaan (demand) jauh lebih tinggi dari jumlah penawaran (suplay). Beliau memahami seluruh barang pasti akan terjual karena permintaan lebih tinggi dari jumlah barang yang tersedia. Karena itu, bila barang dagangan para saudagar Quraisy itu habis, pasti konsumen akan tetap mencari barang tersebut. Benar saja, ketika dagangan yang harganya dibanting itu habis, maka masyarakat akhirnya membeli barang-barang kepada Muhammad dengan harga normal. Ketika rombongan pedagang itu pulang, Mekkah pun gempar. Semua pedagang rugi, kecuali Muhammad yang untung besar. Inilah contoh kejelian melihat, menganalisis, dan memahami pasar serta keberkahan dari sikap jujur dan amanah. Ini juga merupakan bukti kemampuan merespon strategi pesaing secara jernih.
3.      Bisnis Nabi Muhammad Setelah Menikah
            Karier bisnis Muhammad semakin kuat dalam usia 25 tahun. Usia ini merupakan titik keemasan entrepreneurship Muhammad setelah mendapatkan back-up financial yang lebih mapan dari sang Istri Khadijah yang telah dinikahi. Tak heran dari kesuksesan bisnisnya kalau kemudian maskawin yang beliau serahkan ketika pernikahan juga sangat besar pada waktu itu. Maskawinnya adalah 20 ekor unta muda. Hal ini merupakan bukti keberhasilan beliau sebagai pebisnis. Sejarah juga telah mencatatkan bahwa beliaulah pribadi yang pernah ber-Qurban dalam jumlah yang sangat besar. Mengurbankan 100 Unta secara pribadi. Kalau kita hitung kasar saja, satu ekor untuk sekarang berkisar Rp 7-10 Juta. Berarti Qurban beliau senilai Rp 700 juta s/d 1 milyar-an.
Jumlah yang sangat besar untuk Qurban dari seorang pribadi pada sepanjang sejarah peradaban. Setelah menikah dengan Khadijah, beliau tetap melangsungkan bisnis perdagangan seperti biasa. Membawa dagangannya ke berbagai daerah di semenanjung Arabia dan negeri-negeri perbatasan Yaman, Bahrain, Irak dan Syiria. Namun sekarang ia bertindak sebagai manajer sekaligus mitra usaha istrinya. Pengalaman Bisnis Muhammad dengan ketekunan dan kesungguhanya kemungkinan besar telah mengunjungi pusat-pusat bisnis perdagangan yang terkenal di Arabia berulangkali. Beliau juga bertemu dengan konglomerat dari berbagai wilayah. [5]
            Beliau mulai mengurangi aktivitas bisnis ketika sudah berusia 37-an dan terutama sesudah datangnya Nubuwah (kenabian). Meski demikian naluri kebiasaan dan penghargaan terhadap bisnis masih tetap tinggi. Beliau tetap pernah beraktivitas bisnis. Anas meriwayatkan bahwa Nabi pernah menawarkan sebuah kain pelana dan bejana untuk minum seraya mengatakan, “Siapa yang ingin membeli kain pelana dan bejana air minum? Seorang laki-laki menawarnya seharga satu dirham, dan Nabi menanyakan apakah ada orang yang akan membayar lebih mahal. Seorang laki-laki menawar padanya dengan harga dua dirham, dan beliapun menjual barang tersebut padanya (HR. Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Aisyah pernah meriwayatkan bahwa Rasululah bersabda: “Hal-hal yang paling menyenangkan yang engkau nikmati adalah yang datang dari hasil tanganmu sendiri, anak-anakmu berasal dari apa yang engkau hasilkan (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah). Nabi juga bersabda: “Berusaha mendapatkan nafkah yang halal adalah kewajiban disamping tugas-tugas lainnya yang telah diwajibkan  (HR. Baihaqi). Beliaupun memberikan nasihat untuk kita yang bisa senantiasa menjadi motivasi dan perlu diamalkan. Rafi bin Judaij berkata bahwa “Rasulullah saw ketika ditanya, usaha apakah yang paling baik? Rasul menjawab: yaitu usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan semua jual beli yang baik (HR. Hakim).
Usaha dengan tangan sendiri bisa dalam bentuk aktivitas jasa, produksi, pertanian, perikanan maupun yang lain. Sedang jual beli adalah aktivitas bisnis peniagaan barang dan jasa. Dalam beberapa hadist Rasulullah SAW memberikan dorongan kepada ummatnya untuk mencari rezeki dengan berusaha dan berdagang. Rasulullah sendiri adalah contoh seorang pedagang yang sukses. Ketika masih kecil beliau telah menemani pamannya Abu Thalib berdagang ke Syam. Detelah memasuki usia dewasa bahkan beliau sendiri menjalankan bisnis milik Siti Khadijah ke Syam dan kembali dengan keuntungan yang besar. Ini adalah bukti kemampuan, kepercayaan dan amanah beliau sebagai pedagang. Rasulullah SAW bersabda : “Pedagang yang amanah dan benar akan bersama dengan para syuhada di hari qiyamat nanti (HR. Ibnu Majah dan al-Hakim).
            Muhammad yang menjadi pedagang sejak usia muda mempunyai empat kiat sukses berbisnis. Yakni, shiddiq (benar), amanah (dapat dipercaya), fatanah (cerdas, cerdik, memahami manajemen dan strategi bisnis), dan tabligh (kemampuan komunikasi dan meyakinkan relasi atau pembeli). Bila keempat sifat atau kiat ini ada pada seorang pebisnis, insya Allah dia akan berhasil. Ini merupakan karakter bisnis yang Islami. Namun, bisa pula diterapkan oleh siapa pun, sebab ajaran Islam itu bersifat universal. Muhammad telah melakukan transaksi-transaksi perdagangannya secara jujur, adil dan tidak pernah membuat pelanggannya mengeluh atau kecewa.
Ia selalu menepati janji dan mengantarkan barang dagangan dengan standar kualitas sesuai permintaan pelanggan. Reputasinya sebagai pedagang yang benar-benar jujur telah tertanam sejak muda. Ia selalu memperlihatkan rasa tangung jawabnya terhadap setiap transakasi yang dilakukan. Lebih dari itu, Muhammad juga meletakkan prinsip-prinsip dasar dalam melakukan transaksi dagang secara adil.[6] Nasihat-nasihat beliau bisa dijadikan sebagai moralitas baru yang akan membingkai aktivitas para pebisnis hari ini. Muhammad sangat sopan dan baik hati dalam melakuan transaksi binis perdagangan. Selain itu beliau juga menasehati para sahabatnya untuk bersikap yang sama kapan saja dan dengan siapa saja mereka melakukan transaksi.
Jabir meriwayatkan bahwa Rasulullah berkata,“Rahmat Allah atas orang yang berbaik hati ketika ia menjual dan membeli, dan ketika ia membuat keputusan.” (HR. Bukhari). Dalam kesempatan yang lain Abu Said meriwayatkan bahwa Rasulullah berkata,“Saudagar yang jujur dan dapat dipercaya akan dimasukan dalam golongan para Nabi, Shiddiqien dan Syuhada.” (HR. Tirmidzi). Dan banyak lagi ajaran yang menjadi framework kita dalam berbisnis yang perlu dikaji lebih jauh. Beliau telah menyampaikan risalah Islam yang lurus. Risalah yang mendukung pengumpulan kekayaan asal dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah.
Sebaliknya Islam juga sangat mencela pengumpulan kekayaan secara berlebihan yang cenderung mengabaikan batas-batas dan tuntunan-tuntunan syariah itu sendiri. Agama Islam membolehkan bahkan menganjurkan setiap orang untuk mencari dan mengumpulkan kekayaan dengan cara-cara yang halal dan menafkahkannya dengan penuh tanggung jawab dalam koridor pengaturan syariah dalam pengeluaran.

B.     Konsep Rasulullah Dalam Berbisnis.
            Nabi Muhammad telah meletakkan dasar-dasar moral, manajemen dan etos kerja mendahului zamannya dalam melakukan perniagaan. Dasar-dasar etika dan manajemen bisnis tersebut telah mendapat legitimasi keagamaan setelah beliau diangkat menjadi Nabi. Prinsip-prinsip etika bisnis yang diwariskan semakin mendapat pembenaran akademisi dipenghujung abad ke-20 atau awal abad ke-21. Prinsip bisnis modern, seperti tujuan pelanggan, pelayanan yang unggul, kompetensi, efisiensi, transparansi, semuanya telah menjadi gambaran pribadi dan etika bisnis Nabi Muhammad SAW ketika ia masih muda.[7]
Ada beberapa prinsip dan konsep yang melatar belakangi keberhasilan Rasulullah SAW dalam bisnis, prinsip-prinsip itu intinya merupakan fundamental Human Etic atau sikap-sikap dasar manusiawi yang menunjang keberhasilan seseorang. Menurut Abu Mukhaladun (1994:14-15) bahwa prinsip-prinsip Rasulullah meliputi Shiddiq, Amanah dan fatanah. Prinsip-prinsip itu adalah:
             1.          Shiddiq
Nabi terkenal sekali sebagai orang jujur dalam berdagang. Nabi seorang marketer yang jujur dan hebat. Bahkan termasuk negosiator bisnis yang ulung dan sampai musuh beliau pun percaya kepada beliau dalam hal bisnis. Rasulullah telah melarang pebisnis melakukan perbuatan yang tidak baik, seperti beberapa hal dibawah ini:
a.    Larangan tidak menepati janji yang telah disepakati
            Ubadah bin Al Samit menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda: 
"berikanlah kepadaku enam jaminan dari kamu, aku menjamin surga untuk kamu: berlaku benar manakala kamu berbicara, tepatlah manakala kamu berjanji…"(HR. Imam Ahmad dikutip dari Syeikh Abod dan Zamry Abdul Kadir, 1991: 102)
b.  Larangan menutupi cacat atau aib barang yang dijual.
          “Apabila kamu menjual, katakanlah: "tidak ada penipuan.” (HR. Imam Bukhari dari Abdullah bin Umar r.a. dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002:112) “Tidak termasuk umat Nabi Muhammad seorang penjual yang melakukan penipuan dan tidak halal rezki yang ia peroleh dari hasil penipuan. Bukanlah termasuk umatku, orang yang melakukan penipuan.” (HR. Ibnu Majah dan Abu Dawud melalui Abu Hurairah dikutip Yusanto dan Muhammad K.W, 2002:112) “Tidak halal bagi seseorang menjual sesuatu, melainkan hendaknya dia menerangkan kekurangan (cacat) yang ada pada barang itu.” (HR. Ahmad dikutip dari Alma, 1994: 62)
c.    Larangan membeli barang dari orang awam sebelum masuk ke pasar.
Rasulullah telah melarang perhadangan barang yang dibawa (dari luar kota). Apabila seseorang menghadang lalu membelinya maka pemilik barang ada hak khiyar (menuntut balik/membatalkan) apabila ia telah sampai ke pasar (dan merasa tertipu). (Al-Hadits dikutip dari Alma, 1994: 70) Rasulullah telah melarang membeli barang dari orang luar atau desa dikarenakan akan terjadi ketidakpuasan, di mana pembeli akan membeli dengan harga rendah dan akan dijual di pasar dengan harga tinggi sehingga pembeli akan memperoleh untung yang banyak. Hal in merupakan penipuan, padahal Rasulullah melarang bisnis yang ada unsur penipuannya. Sedangkan larangan yang lainnya adalah larangan mengurangi timbangan diterangkan dalam Al-Quran dalam surat Al-Muthaffifin ayat 1-6, yang artinya :
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, Pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (Al-Muthaffifin: 1-6). 
Penjual harus tegas dalam hal timbangan dan takaran. Mengenai ini Nabi juga berkata yang artinya: Tidak ada suatu kelompok yang mengurangi timbangan dan takaran tanpa diganggu olah kerugian. (Al-Hadits, Dikutip dari Afzalurahman, 1997: 28) Nabi berkata kepada pemilik timbangan dan takaran: "Sesungguhnya kamu telah diberi kepercayaan dalam urusan yang membuat bangsa-bangsa terdahulu sebelum kamu dimusnahkan". (Al-Hadist, dikutip dari Afzalurahman, 1997: 28) Apabila sikap Shiddiq dilakukan oleh pelaku bisnis maka praktek bisnis jahiliyah tidak akan terjadi, perbuatan penipuan dan sebagainya akan terhapus[8]

             2.          Amanah
            Menjadi orang yang dipercaya relasi memang susah. Tapi Nabi telah mencontohkan. Bahkan ketika beliau menjadi pedagang, Nabi selalu mengembalikan hak milik atasannya entah berupa hasil jualnya ataupun barang sisa. Sederhana sebenarnya. Amanah berarti tidak mengurangi apa-apa yang tidak boleh dikurangi dan sebaliknya tidak boleh ditambah, dalam hal in termasuk juga tidak menambah harga jual yang telah ditentukan kecuali atas pengetahuan
pemilik barang.
Maka seorang yang diberi Amanah harus benar-benar menjaga dan memegang Amanah tersebut, ayat tersebut adalah sebagai berikut: “Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.”(Al-Ahzab: 72) Rasulullah memerintahkan setiap muslim untuk selalu menjaga Amanah yang diberikan kepadaNya.
Sabda Nabi akan hal ini yang artinya: “Tunaikanlah amanat terhadap orang yang mengamanatimu dan janganlah berkhianat terhadap orang yang mengkhianatimu.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 105) Ubadah bin Al Samit menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda: "berikanlah kepadaku enam jaminan dari diri kamu, aku menjamin surga untuk kamu: berlaku benar apabila kamu berbicara,  tepatlah manakala kamu berjanji, Tunaikanlah manakala kamu diamanahkan,  pejamkanlah mata kamu (dari yang di tengah), peliharalah faraj kamu, tahanlah tangan kamu.” (HR. Imam Ahmad dikutip dari syeikh Abod dan Zamry Abdul Kadir, 1991: 102) Seseorang yang melanggar Amanah digambarkan oleh Rasulullah sebagai orang yang tidak beriman.
Bahkan lebih jauh lagi, Digambarkan sebagai orang munafik. Sabda Nabi tentang hal ini: “Tidak beriman orang yang tidak memegang Amanah tidak ada agama orang yang tidak menepati janji.” (HR. Ad Dalimi Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 105) “Tanda orang munafik itu ada tiga macam: jika berbicara, ia berdusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan jika diberi kepercayaan, dia khianat.” (HR. Ahmad dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 105) Seorang yang jujur dan amanah akan mendapatkan pahala dari Allah SWT dan akan dimasukkan ke dalam surga bersama para Rasul dan orang yang beriman, orang jujur seperti sabda Nabi SAW yang artinya: “Para pedagang yang jujur dan Amanah akan berada bersama para Rasul, orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang jujur. Rizki Allah terbesar pada (hambanya) ada dalam bisnis.” (al-Hadis dikutip dari Raharjo, 1987: 17)
Sikap Amanah mutlak harus dimiliki oleh seorang pebisnis muslim. Sikap Amanah diantaranya tidak melakukan penipuan, memakan riba, tidak menzalimi, tidak melakukan suap, tidak memberikan hadiah yang diharamkan, dan tidak memberikan komisi yang diharamkan. Hadis nabi yang berkenaan dengan hal tersebut yang artinya:
a.    Larangan memakan riba
Beliau (Nabi SAW) melaknat orang yang memakan riba, orang yang menyerahkannya, para saksi serta pencatatnya.” (HR. Ibnu Majah dari Ibnu Mas'ud Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 112)
b.   Larangan melakukan tindak kezaliman
“Seorang muslim terhadap sesama muslim adalah haram: harta bendanya, kehormatannya, dan jiwanya.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2000: 109)
c.    Larangan melakukan suap
“Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap di dalam kekuasaan.” (HR. Imam Abu Dawud dari Hurairah Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 108) “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap.” (HR. Imam Tirmidzi dari Abdullah bin Amr Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 108)
d.   Larangan memberikan hadiah haram
“Hadiah yang diberikan pada penguasa adalah ghulul (perbuatan curang).” (HR. Imam Ahmad dan Al-Baihaqi dari Abu Hamid As-Sunnah Saidi dari `Ibbadh; Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 108) “Hadiah yang diberikan kepada pejabat adalah suht (haram).” (HR. Al-Khatib dari Anas r.a, Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 108)
e.    Larangan memberikan komisi yang haram
“Rasulullah mengutusku ke Yaman (sebagai penguasa daerah). Setelah aku berangkat, beliau SAW, mengutus orang menyusulku. Aku pulang kembali. Rasulullah SAW, bertanya kepadaku, "tahukah engkau, mengapa kau mengutus orang menyusulmu? "janganlah engkau mengambil sesuatu untuk
kepentinganmu sendiri tanpa seizinku. (jika hal itu kamu lakukan) itu merupakan kecurangan, dan barang siapa berbuat curang pada hari kiamat kelak dibangkitkan dalam keadaan memikul beban kecurangannya. Untuk itulah, engkau aku panggil dan sekarang berangkatlah untuk melakukan tugas pekerjaanmu.” 
(HR. Imam Tirmidzi dari Mu'adz bin Jabal r.a, Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 109). “Barang siapa yang kami pekerjakan untuk melakukan tugas dan kepadaNya kami telah berikan rizki (yakni imbalan atas jerih payahnya) maka apa yang diambil olehnya selain itu adalah suatu kecurangan.” (HR. Imam Abu Dawud Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 109).
Sikap amanah mutlak harus dimiliki oleh seorang pebisnis muslim. Sikap itu bisa dimiliki jika dia selalu menyadari bahwa apapun aktivitas yang dilakukan termasuk pada saat ia bekerja selalu diketahui oleh Allah SWT. Sikap amanah dapat diperkuat jika dia selalu meningkatkan pemahaman Islamnya dan istiqamah menjalankan syariat Islam. Sikap amanah juga dapat dibangun dengan jalan saling menasehati dalam kebajikan serta mencegah berbagai penyimpangan yang terjadi. Sikap amanah akan memberikan dampak positif bagi diri pelaku, perusahaan, masyarakat, bahkan negara. Sebaliknya sikap tidak amanah (khianat) tentu saja akan berdampak buruk.
             3.          Fathanah
            Fathanah berarti cakap atau cerdas, Nabi Muhammad  adalah seorrang  pebisnis yang cerdas yang mampu memimpin perusahaannya  dengan memahami dan mengenal tugas serta tanggung jawabnya dengan bijak. Dalam hal ini Fathanah meliputi dua unsur, yaitu:[9]
a.    Fathanah dalam hal administrasi/ manajemen dagang
             artinya hal-hal yang berkenaan dengan aktivitas harus dicatat atau dibukukan secara rapi agar tetap bisa menjaga Amanah dan sifat shiddiqnya. Firman Allah SWT, yang artinya :  
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua orang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Al Baqarah: 282)
b.   Fathanah dalam hal menangkap selera pembeli yang berkaitan dengan barang maupun harta. 
            Dalam hal fathanah ini Rasulullah mencontohkan tidak mengambil untung yang terlalu tinggi dibanding dengan saudagar lainya. Sehingga barang beliau cepat laku. (Abu Mukhaladun, 1999: 15, syeikh Abod dan Zambry Abdul Kadir 1991:288). Dengan demikian fathanah di sini berkaitan dengan strategi pemasaran
(kiat membangun citra). Menurut Afzalurahman (1997:168) kiat membangun
citra dari uswah Rasulullah SAW meliputi:
1)   Penampilan
            Tidak membohongi pelanggan, baik menyangkut besaran (kuantitas) maupun kualitas. Hadist nabi tentang hal ini yang artinya: “Apabila dilakukan penjualan, katakanlah: "tidak ada penipuan.” (HR. Imam Bukhari dari Abdullah bin Umar r.a), dikutip dari Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 112), Allah SWT juga berfirman, yang artinya :
Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang- orang yang merugikan; Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (Asy-Syu'ara: 181-183) dan juga hadist nabi yang lainnya: “Tidak ada suatu kelompok yang merugikan timbangan dan takaran tapa diganggu oleh kerugian.” (Al-Hadits dikutip dari Afzalurahman, 1997: 28)
2)   Pelayanan
            Pelanggan yang tidak sanggup membayar kontan hendaknya diberi tempo untuk melunasinya. Selanjutnya, pengampunan (bila memungkinkan) hendaknya diberikan jika ia benar-benar tidak sanggup membayarnya.
3)   Persuasi
            Menjauhi sumpah yang berlebihan dalam menjual suatu
barang. Hadits nabi tentang hal ini yang artinya: Sumpah dengan maksud melariskan barang dagangan adalah penghapus berkah. (HR. Bukhari dan Muslim dikutip dari Alma, 1994: 60)
4)   Pemuasan
            Hanya dengan kesempatan bersama, dengan suatu usulan dan penerimaan, penjualan akan sempurna. Allah SWT berfirman, yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
(An-Nisaa': 29) Dengan demikian sikap Fathanah ini sangat penting bagi pebisnis, karena sikap Fathanah ini berkaitan dengan marketing, keuntungan bagaimana agar barang yang dijual cepat laku dan mendatangkan keuntungan, bagaimana agar pembeli tertarik dan membeli barang tersebut.[10]

PENUTUP
a.       Kesimpulan
            Dari penjelasan diatas bisa kita petik suatu pelajaran yang berhargabahwa prinsip-prinsip bisnis Rasulullah saw adalah Shiddiq, Amanah dan Fathanah. Shiddiq adalah Suatu sikap yang jujur dan selalu berbuat baik dan menghindari perbuatan seperti tidak menepati janji yang belum atau telah disepakati, menutupi cacat atau aib barang yang dijual dan membeli barang dari orang awam sebelum masuk ke pasar. Sedangkan sifat amanah adalah tidak mengurangi apa-apa yang tidak boleh dikurangi dan sebaliknya tidak boleh ditambah, dalam hal ini termasuk juga tidak menambah harga jual yang telah ditentukan kecuali atas pengetahuan pemilik barang.
Amanah berarti tidak melakukan penipuan, memakan riba, tidak menzalimi, tidak melakukan suap, tidak memberikan hadiah yang diharamkan, dan tidak memberikan komisi yang diharamkan. Fathanah berarti cakap atau cerdas. Dalam hal ini Fathanah meliputi dua unsur: Fathanah dalam hal administrasi/manajemen dagang dan Fathanah dalam hal menangkap selera pembeli yang berkaitan dengan barang maupun harta. Dengan demikian fathanah di sini berkaitan dengan strategi pemasaran (kiat membangun citra). kiat membangun citra dari uswah Rasulullah SAW meliputi: penampilan, pelayanan, persuasi dan pemuasan. Atas dasar konsep inilah yang menjadikan nabi muhammad sebagai seorang pebisnis yang hebat.

b.      Saran
            Dengan selesainya artikle ini saya sadar bahwasanya artikle saya ini masih jauh dari kesempurnaan, karena masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dari segi materi pembahasan maupun ejaan kata, maka dari itu saya mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar di kemudian hari saya dapat menyusun artikle yang lebih baik lagi. Harapan kami saya ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai Muhammad sebagai seorang bisnisman hebat.


DAFTAR PUSTAKA

            Afzalurrahman, 2000, Muhammad sebagai Seorang Pedagang, Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy.
            Antonio, M.Syafi’i, 2004, Bisnis cara Rasulullah, Jakarta: Republika.
            Gudang Doa, 2013, Bisnis dan Berdagang ala Nabi Muhammah SAW, http://gudangdoa.blogspot.com/2013/06/bisnis-dan-berdagang-ala-nabi muhammad.html, (di akses 30 November 2013).
            Salim, 2001, Syarah Bulughul Maram, Surabaya: Halim Jaya Surabaya.
                Muhammad Syafi’i Antonio, 2009. Muhammad SAW the Super Leader and Super Manager, Jakarta: Tazkia Multimedia.
            Sofyan, 2010, Rahasia Sukses Bisnis Rasulullah, http://rahasiabisnisrasulullah-sofyan.blogspot.com, (di akses 30 November 2013).
            Sulaiman, Muhammad dan Aizuddinur Zakaria, 2010, Jejak Bisnis Rasul, Jakarta: PT Mizan Publika.
            M.Kamaluddin, Laode, 2006, 14 Langkah Bagaimana Rasulullah SAW Membangun Kerajaan Bisnis, Jakarta: Republika.






[1] Gudang Doa, 2013, Bisnis dan Berdagang ala Nabi Muhammah SAW, http://gudangdoa.blogspot.com/2013/06/bisnis-dan-berdagang-ala-nabi-muhammad.html, (di akses 30 November 2013).
 [2] Ibid.
3] Muhammad Syafi’i Antonio, Muhammad SAW the Super Leader and Super Manager, Cetakan XVI (Jakarta: Tazkia Multimedia, 2009) h. 22.
[4] Gudang Doa, 2013, Bisnis dan Berdagang ala Nabi Muhammah SAW, http://gudangdoa.blogspot.com/2013/06/bisnis-dan-berdagang-ala-nabi-muhammad.html, (di akses 30 November 2013).
 [5] Ibid.
[6] Afzalurrahman, Muhammad sebagai Seorang Pedagang (Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy, 2000) h. 269.
 [7] Ali Yafie, Fiqih Perdagangan Bebas, (Jakarta: Teraju dan PT Ahad-Net International, 2003) h. 11.
[8] Pengusaha Muslim, 2012, Prinsip-Prinsip Bisnis Rasulullah, http://pengusahamuslim.com/prinsip--prinsip-bisnis-rasulullah, (di akses 27 Desember 2013).
[9] Ibid.
 [10] Ibid.

No comments :

Post a Comment