Otonomi Daerah
Otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dari pengertian tersebut di atas maka akan tampak bahwa daerah diberi
hak otonom oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus kepentingan
sendiri. Implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru setelah pemerintah
dan DPR sepakat untuk mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU otonomi daerah ini merupakan revisi
terhadap UU Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun 1999 sehingga kedua UU tersebut kini
tidak berlaku lagi.
Sejalan
dengan diberlakukannya undang-undang otonomi tersebut memberikan kewenangan
penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab.
Adanya perimbangan tugas fungsi dan peran antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah tersebut menyebabkan masing-masing daerah harus memiliki
penghasilan yang cukup, daerah harus memiliki sumber pembiayaan yang memadai
untuk memikul tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan
demikian diharapkan masing-masing daerah akan dapat lebih maju, mandiri, sejahtera
dan kompetitif di dalam pelaksanaan pemerintahan maupun pembangunan daerahnya
masing-masing.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian tersebut, maka permasalahan yang akah dibahas dalam makalah ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apa definisi dari otonomi daerah?
2.
Bagaimana
sejarah dan peran otonomi daerah dalam pembangunan pembangunan daerah?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Otonomi Daerah
Otonomi
atau autonomy berasal dari
bahasa Yunani, autos yang
berarti sendiri dan nomous yang
berarti hukum atau peraturan. Dengan demikian, otonomi pada dasarnya memuat
makna kebebasan dan kemandirian. Otonomi daerah berarti kebebasan dan
kemandirian daerah dalam menentukan langkah-langkah sendiri.[1]
Sarundajang
menyatakan bahwa otonomi daerah pada hakekatnya adalah:[2]
1.
Hak
mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom. Hak tersebut bersumber
dari wewenang pangkal dan urusan-urusan Pemerintah (pusat) yang diserahkan
kepada daerah. Istilah sendiri dalam hak mengatur dan mengurus rumah tangga
merupakan inti keotonomian suatu daerah;
2.
Dalam
kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah
tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu diluar batas-batas
wilayah daerahnya;
3.
Daerah
tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain
sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya;
4.
Otonomi
tidak membawahi otonomi daerah lain, hak mengatur dan mengurus rumah tangga
sendiri tidak merupakan hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain.
Dalam menyelenggarakan Pemerintahannnya dianut tiga
asas yaitu:
1.
Desentralisasi
adalah penyerahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2.
Dekonsentrasi
adalah pelimpahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai
wakil Pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
3.
Tugas
pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari
Pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari Pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Menurut Muslimin bahwa otonomi diartikan sebagai
Pemerintahan sendiri. Sedangkan pengertian otonomi daerah menurut Fernandez adalah
pemberian hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah yang memungkinkan daerah
tersebut dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna penyelenggaraan Pemerintahan dalam rangka pelayanan
terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan (Salam, 2004:89).
Otonomi Daerah adalah
hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, sedangkan daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
B.
Sejarah
Otonomi Daerah
Perjalanan bangsa Indonesia melalui berbagai sistem
pemerintahan dan dipimpin berbagai macam kepala pemerintahan serta munculnya
masalah– masalah baru dalam lingkungan pemerintah ataupun lingkungan masyarakat
tentu sangat membutuhkan tatanan hukum yang berbeda dari waktu ke waktu untuk
mewujudkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia.
Keberadaan
kebijakan mengenai Pemerintahan Daerah bukan merupakan hal yang final, statis
dan tetap tetapi membutuhkan pembaruan- pembaruan untuk mengatasi berbagai
keadaan dan masalah baru yang muncul. Berikut ini adalah sejarah perkembangan
undang – undang yang menjadi pedoman mengenai otonomi daerah :
1.
UU
No. 1 tahun 1945: mengatur
Pemerintah Daerah yang membagi tiga jenis daerah otonom yakni, keresidenan,
kabupaten, dan kota.
2.
UU
No. 22 tahun 1948: mengatur
susunan Pemerintah Daerah yang demokratis, membagi dua jenis daerah otonom
yakni, daerah otonom biasa dan otonomi istimewa, dan tiga tingkatan daerah
otonom yakni, provinsi, kab/ kota dan desa.
3.
UU
No. 1 tahun 1957: mengatur
tunggal yang berseragam untuk seluruh Indonesia.
4.
UU
No. 18 tahun 1965: mengatur
otonomi yang menganut sistem otonomi yang riil dan seluas luasnya.
5.
UU
No.5 tahun 1974: mengatur
pokok – pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat
di daerah (prinsip yang dipakai : otonomi yang nyata dan bertanggungjawab;
merupakan pembaruan dari otoda yang seluas – luasnya dapat menimbulkan
pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan NKRI, dan tidak serasi dengan maksud
dan tujuan pemberian otonomi).
6.
UU
No. 22 tahun 1999 mengatur
tentang Pemerintahan Daerah (perubahan mendasar pada format otoda dan substansi
desentralisasi).
7.
UU
No. 25 tahun 1999 mengatur tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
8.
UU
No. 32 tahun 2004 mengatur Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU No. 22 tahun 1999
9.
UU
No. 33 tahun 2004 mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah ( perubahan UU didasarkan pada berbagai UU yang
terkait di bidang politik dan keuangan negara antara lain: UU No. 12
tahun 2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD; UU No. 22 tahun 2003
tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD; UU No. 23 tahun 2003 tentang
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden; UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara; UU No. 1 tahun 2004 tantang Perbendaharaan Negara; UU No. 15
tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Negara ).
Sedangkan
perubahan yang mendasar dari pedoman Otonomi Daerah dari UU No. 22 tahun 1999
digantikan oleh UU No. 32 tahun 2004 adalah sebagai berikut:
1.
Prinsip
– Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No. 22 tahun 1999
a) Demokrasi, keadilan,
pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah.
b) Otonomi luas, nyata,
dan bertanggungjawab.
c) Otonomi daerah yang
luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota.
d) Sesuai dengan
konstitusi negara.
e) Kemandirian daerah
otonom.
f) Meningkatkan peranan
dan fungsi badan legislatif daerah.
g) Asas dekonsentrasi
diletakkan pada daerah provinsi sebagai wilayah administrasi.
h) Asas tugas perbantuan.
2.
Prinsip
– Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No. 32 tahun 2004
a) Demokrasi, keadilan,
pemerataan, keistimewaan dan kekhususan, serta potensi dan keanekaragaman
daerah.
b) Otonomi luas, nyata,
dan bertanggungjawab
Otonomi luas: daerah
yang memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,
peningkata peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Otonomi nyata:
penanganan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan
kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan
berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
Otonomi
yang bertanggungjawab: dalam penyelenggaraan otonomi harus sejalan dengan
tujuan dan maksud pemberian otonom, yang pada dasarnya untuk memberdayakan
daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
c) Otonomi daerah yang
luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota.
d) Sesuai dengan
konstitusi negara.
e) Kemandirian daerah
otonom.
f) Meningkatkan peranan
dan fungsi badan legislatif daerah.
g) Asas dekonsentrasi
diletakkan pada daerah provinsi sebagai wilayah administrasi.
h) Asas tugas perbantuan.
C.
Otonomi
Daerah dan Pembangunan Daerah
Otonomi
daerah adalah sebuah agenda nasional yang diharapkan dapat mencegah terjadinya
sentralisasi yang sebenarnya sudah menimpa bangsa Indonesia selama periode orde
baru. Sejak diberlakukannya Undang-undag tentang pemerintahan daerah, yaitu UU
no.22 tahun 1999 dan UU no.25 tahun 1999 diharapkan juga dapat membawa
perubahan yang signifikan bagi daerah yang juga nantinya akan membawa
kesejahteraan bagi bangsa ini sendiri.
Kebijaksanaan
otonomi daerah melalui UU no.22 tahun 1999 memberikan otonomi yang angat luas
kepada daerah, khususnya Kabupaten dan Kota. Hal itu ditempuh dalam rangka mengembalikan
harkat dan martabat di daerah; memberikan peluang politik dalam rangka
peningkatan kualitas demokrasi di Daerahpeningkatan efisiensi pelayanan public
di Daerah, peningkatan percepatan pembangunan Daerah, dan pada akhirnya
diharapkan pula penciptaan cara berpemerintahan yang baik.[3]
Otonomi daerah
diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan daerah selain juga
menciptakan keseimbangan antar daerah hingga terjadi perataan kesejahteraan dan
tidak adanya daerah tertinggal ataupun sentralisasi. Untuk menciptakan
pembangunan daerah yang cepat dan meningkat maka perlu adanya prasyarat
terutama bagi penyelenggara daerah tersebut. Yang diharapkan dari pemerintahan
daerah tersebut adalah sejumlah berikut:[4]
1.
Fasilitas.
pemerintah daerah sebagai pelaksana daerah sebaiknya memenuhi fasilitas kepada
masyarakatnya terutama yang berkaitan dengan masalah ekonomi,karena memang pada
dasarnya pembangunan daerah dapat terjadi karena bantuan ekonomi (keuangan). Jadi,jika
pemerintah memudahkan fasilitas maka pembangunan daerah bukanlah sesuatu yang
susah pencapaiannya.
2.
Pemerintah daerah harus kreatif. Kreatif yang dimaksud di sini adalah
bagaiman cara mengalokasikan dana yang bersumber dari Dana Alokasi Umum atau
yang berasal dari PAD. Selain
itu dapat menciptakan keunggulan komparatif bagi daerahnya, sehingga pemilik
modal akan beramai-ramai menanamkam modal di daerah tersebut. Kreatifitas ini
juga berkaitan dengan kepiawaian pemerintah membuat program-program menarik
sehingga pemerintah pusat akan memberikan Dana Alokasi Khusus, sehingga banyak
dana yang di sedot dari Jakarta ke Daerah.
3.
Pemerintah daerah menjamin kesinambungan usaha.
4.
Politik lokal yang stabil.
5.
Pemerintah harus komunikatif dgn LSM/NGO, terutama dalam bidang perburuhan dan
lingkungan hidup.
Namun sebenarnya yang penting bagi daerah adalah terciptnya lapangan kerja,
serta disertai kemampuan
menghadapi laju inflasi dan keseimbangan neraca perdagangan internasional. Penciptaan lapangan
kerja akan berpengaruh pada peningkatan daya beli dan kecenderungan untuk
menabung, dengan meningkatnya daya beli berarti penjualan atas barang dan jasa
juga meningkat, artinya pajak penjualan barang dan jasa juga meningkat sehingga
Pendapatan Daerah dan Negara juga meningkat. Semuanya akan di kembalikan pada
masyarakat dalam bentuk proyek atau bantuan atau sejumlah intensif yang lain,
sehingga lambat laun kesejahteraan masyarakat akan meningkat dan disitulah
pembangunan daerah benar-benar dijalankan.
PENUTUP
a. Kesimpulan
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
sedangkan daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Sejarah perkembangan undang – undang yang menjadi
pedoman mengenai otonomi daerah: UU No.
1 tahun 1945, UU No. 22 tahun 1948, UU No. 1 tahun 1957, UU No. 18 tahun 1965,
UU No.5 tahun 1974, UU No. 22 tahun 1999, UU
No. 25 tahun 1999, UU No. 32 tahun
2004, UU No. 22 tahun 1999, UU
No. 33 tahun 2004.
b. Saran
Dengan selesainya makalah ini kami sadar bahwasanya
makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan, karena masih banyak kekurangan
dan kesalahan baik dari segi materi pembahasan maupun ejaan kata, maka dari itu
kami mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar di
kemudian hari kami dapat menyusun makalah lebih baik lagi. Harapan kami
bahwasanya ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai otonomi daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Widarta.
2001. Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah.
Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.
Sarundajang. 1999. Arus
Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Syaukani,
dkk. 209. Otonomi Daerah Dalam Negara
Kesatuan. Cet.VIII Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sam, C. dkk. 2008. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Marbun, B. 2005. Otonomi
Daerah 1945‐2005 Proses dan Realita Perkembangan Otda Sejak Zaman Kolonial sampai Saat Ini. Jakarta: Pustaka Sinar harapan.
[1]
Widarta, Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah.
(Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama, 2001), h. 02.
[2] Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1999), h. 35.
[3]
Syaukani dkk, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan,
Cet.VIII (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009),
h. 209.
[4] Ibid, h. 218.
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment