Muhammad Sebagai Bisnisman Hebat
Allah
SWT tidak membenci kecenderungan manusia dalam mencintai harta benda miliknya. Selama mereka tidak berlebihan dalam mencintai harta benda melebihi kecintaan
kepada Allah SWT. Berwirausaha adalah salah satu cara untuk menjemput rejeki
dari Allah SWT. Manusia dalam berdagang tentu saja memiliki tujuan untuk
memperoleh keuntungan yang banyak, namun hal itu tentu saja harus diiringi oleh
etika dalam berusaha. Nabi Muhammad SAW tercatat dalam sejarah adalah
pembawa kemaslahatan dan kebaikan yang tiada bandingan untuk seluruh umat
manusia. Bagaimana tidak karena Rasulullah SAW telah membuka zaman baru dalam
pembangunan peradaban dunia.
Beliaulah
adalah tokoh yang paling sukses dalam bidang agama (sebagai Rasul) sekaligus
dalam bidang duniawi (sebagai pemimpin negara dan peletak dasar peradaban Islam
yang gemilang selama 1000 tahun berikutnya). Kesuksesan Rasulullah SAW itu
sudah banyak dibahas dan diulas oleh para ahli sejarah Islam maupun Barat.
Namun ada salah satu sisi Muhammad SAW ternyata jarang dibahas dan kurang
mendapat perhatian oleh para ahli sejarah maupun agama yaitu sisinya sebagai
seorang pebisnis ulung. Padahal manajemen bisnis yang dijalankan Rasulullah SAW
hingga kini maupun di masa mendatang akan selalu relevan diterapkan dalam
bisnis modern.
Setelah
kakeknya yang merawat Muhammad SAW sejak bayi wafat, seorang pamannya yang
bernama Abu Thalib lalu memeliharanya. Abu Thalib yang sangat menyayangi
Muhammad SAW sebagaimana anaknya sendiri adalah seorang pedagang. Sang paman
kemudian mengajari Rasulullah SAW cara-cara berdagang (berbisnis) dan bahkan
mengajaknya pergi bersama untuk berdagang meninggalkan negerinya (Mekkah) ke
negeri Syam (yang kini dikenal sebagai Suriah) pada saat Rasulullah SAW baru
berusia 12 tahun. Tidak heran jika beliau telah pandai berdagang sejak berusia
belasan tahun. Kesuksesan Rasulullah SAW dalam berbisnis tidak terlepas dari
kejujuran yang mendarah daging dalam sosoknya.[1]
Kejujuran itulah telah diakui oleh
penduduk Mekkah sehingga beliau digelari Al
Shiddiq. Selain itu, Muhammad SAW juga dikenal sangat teguh memegang
kepercayaan (amanah) dan tidak pernah sekali-kali mengkhianati kepercayaan itu.
Tidak heran jika beliau juga mendapat julukan Al Amin (Terpercaya). Menurut sejarah, telah tercatat bahwa
Muhammad SAW melakukan lawatan bisnis ke luar negeri sebanyak 6 kali
diantaranya ke Syam (Suriah), Bahrain, Yordania dan Yaman. Dalam semua lawatan
bisnis, Muhammad selalu mendapatkan kesuksesan besar dan tidak pernah mendapatkan
kerugian.
Lima dari
semua lawatan bisnis itu dilakukan oleh beliau atas nama seorang wanita
pebisnis terkemuka Mekkah yang bernama Khadijah binti Khuwailid. Khadijah yang
kelak menjadi istri Muhammad SAW, telah lama mendengar reputasi Muhammad sebagai
pebisnis ulung yang jujur dan teguh memegang amanah. Lantaran itulah, Khadijah
lalu merekrut Muhammad sebagai manajer bisnisnya. Kurang lebih selama 20 tahun
sebelum diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun, Muhammad mengembangkan bisnis
Khadijah sehingga sangat maju pesat. Boleh dikatakan bisnis yang dilakukan
Muhammad dan Khadijah (yang menikahinya pada saat beliau berusia 25 tahun)
hingga pada saat pengangkatan kenabian Muhammad adalah bisnis konglomerat.
Pola manajemen bisnis apa yang
dijalankan Muhammad SAW sehingga bisnis junjungan kita itu mendapatkan
kesuksesan spektakuler pada zamannya. Ternyata jauh sebelum para ahli bisnis
modern seperti Frederick W. Taylor dan Henry Fayol pada abad ke-19 mengangkat
prinsip manajemen sebagai sebuah disiplin ilmu, ternyata Rasulullah SAW telah
mengimplementasikan nilai-nilai manajemen modern dalam kehidupan dan praktek
bisnis yang mendahului masanya. Berdasarkan prinsip-prinsip manajemen modern,
Rasulullah SAW telah dengan sangat baik mengelola proses, transaksi, dan
hubungan bisnis dengan seluruh elemen bisnis serta pihak yang terlihat di
dalamnya.
Seperti
dikatakan oleh Prof. Afzalurrahman dalam bukunya “Muhammad: A Trader” bahwa Rasulullah SAW adalah
pebisnis yang jujur dan adil dalam membuat perjanjian bisnis. Ia tidak pernah
membuat para pelanggannya mengeluh. Dia sering menjaga janjinya dan menyerahkan
barang-barang yang dipesan dengan tepat waktu. Muhammad SAW pun senantiasa
menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar dan integritas yang tinggi dalam
berbisnis. Dengan kata lain, beliau melaksanakan prinsip manajemen bisnis
modern yaitu kepuasan pelanggan (customer
satisfaction), pelayanan yang unggul (service
exellence), kemampuan, efisiensi, transparansi (kejujuran), persaingan yang
sehat dan kompetitif.
Dalam
menjalankan bisnis, Muhammad SAW selalu melaksanakan prinsip kejujuran
(transparasi). Ketika sedang berbisnis, beliau selalu jujur dalam menjelaskan
keunggulan dan kelemahan produk yang dijualnya. Ternyata prinsip transparasi
beliau itu menjadi pemasaran yang efektif untuk menarik para pelanggan. Beliau
juga mencintai para pelanggannya seperti mencintai dirinya sehingga selalu
melayani mereka dengan sepenuh hatinya (melakukan service exellence) dan selalu membuat mereka puas atas layanan
beliau (melakukan prinsip customer
satisfaction).[2]
Dalam melakukan bisnisnya, Muhammad
SAW tidak pernah mengambil margin keuntungan sangat tinggi seperti yang biasa
dilakukan para pebisnis lainnya pada masanya. Beliau hanya mengambil margin
keuntungan secukupnya saja dalam menjual produknya. Ternyata kiat mengambil
margin keuntungan yang dilakukan beliau sangat efektif, semua barang yang
dijualnya selalu laku dibeli Orang-orang lebih suka membeli barang-barang jualan
Muhammad daripada pedagang lain karena bisa mendapatkan harga lebih murah dan
berkualitas. Dalam hal ini, beliau melakukan prinsip persaingan sehat dan
kompetitif yang mendorong bisnis semakin efisien dan efektif.
Boleh
dikatakan Rasulullah SAW adalah pelopor bisnis yang berdasarkan prinsip
kejujuran, transaksi bisnis yang adil dan sehat. Beliau juga tidak segan
mensosialisasikan prinsip-prinsip bisnisnya dalam bentuk edukasi dan pernyataan
tegas kepada para pebisnis lainnya. Ketika menjadi kepala negara, Rasulullah
SAW mentransformasikan prinsip-prinsip bisnisnya menjadi pokok-pokok hukum.
Berdasarkan hal itu, beliau melakukan penegakan hukum pada para pebisnis yang
nakal. Beliau pula yang memperkenalkan asas “Facta Sur Servanda” yang kita kenal sebagai asas utama dalam hukum
perdata dan perjanjian.
Di tangan
para pihaklah terdapat kekuasaan tertinggi untuk melakukan transaksi bisnis
yang dibangun atas dasar saling setuju.
A.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, maka
permasalahan yang akah dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah
sejarah awal nabi muhammad memulai bisnis hingga menjadi seorang pebisnis
hebat?
2. Apa
saja konsep-konsep yang di terapkan oleh Nabi Muhammad dalam berbisnis?
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Karir Bisnis Rasulullah SAW
Nabi Muhammad telah memulai merintis
karir dagangnya ketika berumur 12 tahun dan memulai usahanya sendiri ketika
berumur 17 tahun. Pekerjaan ini terus dilakukan sampai menjelang beliau
menerima wahyu (beliau berusia sekitar 37 tahun). Dengan demikian beliau telah
berprofesi sebagai entrepreneur selama 25 tahun ketika beliau menerima wahyu. Berikut
ini adalah urutan masa Nabi Muhammad dalam berbisnis :
1.
Masa Kecil Nabi Membentuk Jiwa
Wirausaha
Beliau
terlahir sebagai anak yatim. Ayahnya, Abdullah meninggal ketika Muhammad masih
dalam kandungan ibunya. Muhammad kecil menjadi yatim piatu pada usia 6 tahun.
Kemudian beliau diasuh oleh kakeknya Abdul Muthalib, setelah wafat, dilanjutkan
pamannya Abu Thalib. Mengkaji pribadi beliau, kita akan mendapatkan jiwa
entrepreneurship beliau sudah dipupuk sejak dini. Allah mentarbiyah (mendidik)
kekuatan pribadinya sejak kecil dengan hidup dalam kondisi yatim-piatu. Beliau
memulai mengasah mentalitas wirusahanya dengan menjadi pengembala. Beliau
menjadi pengembala untuk orang-orang Mekkah di masa kanak-kanaknya.
Dengan menjadi pengembala beliau
mendapatkan upah. Beliau mengembalakan biri-biri orang Quraisy ketika masih
terlalu muda ini guna meringankan sedikit beban yang ditanggung oleh pamannya.
Beliau ingin berpenghasilan dan bisa mandiri. Tidak hendak berpangku tangan
hanya sekedar bermain saja. Sebagai anak muda yang jujur dan punya harga diri,
beliau sama sekali tidak suka berlama-lama menjadi tanggungan pamannya yang
memiliki beban keluarga besar. Beliau kemudian dalam usia mudanya melanjutkan
menjadi pebisnis dalam bidang perdagangan. Pekerjaan menggembala ternak
merupakan pekerjaan yg umum dilakukan oleh para Nabi dan Rasul, seperti Nabi
Musa, Daud, dan Isa.
Menurut
catatan sejarah, di masa kecil Nabi Muhammad pernah menggembala ternak penduduk
Makkah. Fungsi Leadership penggembala : [3]
a)
Reflecting (mencari) padang
gembalaan yg subur.
b)
Directing (mengarahkan) menggiring
ternak ke padang gembalaan.
c)
Controlling (mengawasi) agar tidak
tersesat atau terpisah dari kelompok.
d)
Protecting (melindungi) dari hewan
pemangsa dan pencuri.
e)
Reflecting (perenungan) Alam,
manusia, dan Ciptaan Allah.
2.
Perjalanan Dagang Nabi Muhammad
Jiwa
enterepreneurship-nya semakin kuat karena sejak usia 12 tahun telah mengikuti
perjalanan bisnis pamannya yang meliputi; Syria, Jordan, dan Lebanon saat ini. Muhammad
melihat peluang bisnis sebagai sarana yang menarik untuk mandiri. Hal ini
setidaknya cukup dipengaruhi oleh kondisi yang melingkupinya. Saat itu kondisi
Mekkah yang paling berkembang adalah bisnis perdagangan. Tanahnya yang kering
sangat sulit untuk bercocok tanam. Kejelian melihat peluang keuntungan terbesar
pada sektor perdagangan kemudian membuatnya menekuni bisnis perdagangan ini.
Selain itu latar belakang keluarganya adalah pebisnis yang sangat kuat dan
sukses.
Sebagaimana sejarah mencatat, empat
orang putera Abdul Manaf (kakek-kakeknya) adalah pemegang izin kunjungan dan
jaminan keamanan dari para penguasa dari negara-negara tetangga seperti Syiria,
Irak, Yaman dan Ethopia. Mereka dapat membawa kafilah-kafilah bisnisnya ke
berbagai negara tersebut secara aman dan lancar. Selain itu, Muhammad
dilahirkan pada masa kaum Quraisy mencapai kejayaan dalam perdagangan. Sejak
kecil beliau juga dirawat kakeknya Abdul Muthalib yang juga pebisnis. Setelah
kakeknya meninggal, Muhammad kemudian tinggal bersama pamannya Abu Thalib yang
berprofesi dalam bisnis perdagangan pula.
Sebagai anak muda yang lembut hati,
berazzam kuat dan memiliki harga diri yang tinggi, beliau sama sekali tidak
suka berlama-lama menjadi tanggungan sang paman. Ketika menginjak semakin
dewasa dan menyadari bahwa pamannya memiliki beban berat keluarga besar yang
harus diberi nafkah, beliau mulai berdagang sendiri di Makkah. Profesi sebagai
pebisnis ini dimulai dalam sekala yang kecil dan bersifat pribadi. Beliau
membeli barang-barang dari satu pasar lalu menjualnya pada orang lain.
Muhammad
adalah seorang pemuda miskin yang memulai bisnisnya dari tahap awal. Terkadang
bekerja untuk mendapatkan upah dan terkadang sebagai agen untuk beberapa
pebisnis kaya di kota Mekkah. Dalam mencari nafkah yang halal beliau bekerja
keras, sungguh-sungguh dan cermat menggeluti profesi bisnis ini yang tentunya
tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup tetapi juga membangun reputasi
dimata para pemodal, relasi dan pelanggan. Beliau juga telah memasuki kerjasama
bisnis bersama dengan beberapa orang. Sebagai pribadi yang dikenal jujur
(shidiq) dan terpercaya (amin) oleh masyarakat, beliau memiliki kesempatan
untuk mengembangkan bisnisnya dengan menjalankan modal orang lain.
Diantaranya menerima modal dari para
janda dan anak yatim dengan sistem upah maupun bagi hasil. Beliau juga pernah
bermitra dengan Saib ibnu Ali yang pernah menyatakan dan mengakui bahwa
Muhammad adalah mitranya dalam berdagang dan selalu lurus dalam
perhitungan-perhitungannya. Salah satu dari mitra pemodal lainnya adalah
Khadijah, salah seorang konglomerat kaya di masa itu. Muhammad menjalankan
kontrak syirkah (kerjasama) dengan sistem upah maupun bagi hasil (mudharabah)
dengan Khadijah. Kadang-kadang dalam kontraknya Muhammad sebagai pengelola
(mudharib) dan Khadijah sebagai sleeping partner(shahibul maal) dan sama-sama
berbagi atas keuntungan maupun kerugian.
Terkadang pula Muhammad menjadi pebisnis
yang digaji/medapatkan upah untuk mengelola barang dagangan Khadijah.
Diantaranya Khadijah pernah mempercayakan kepadanya modal untuk bertolak ke
Syiria. Dalam masa usia 17 hingga sekitar 20 tahun adalah masa tersulit dalam
perjalanan bisnis Muhammad karena beliau harus mandiri dan bersaing dengan
pemain-pemain senior dalam perdagangan regional. Ketekunan, Kejelian dan
Kesuksesan Muhammad kemudian banyak melakukan perjalanan-pejalanan bisnis
dengan modal Khadijah ini. Beliaupun telah sering mengunjungi Bahrain dalam
rangkaian lawatan bisnis. Beliau adalah seorang saudagar ulung.
Beliau pernah mendapatkan imbalan seekor
unta muda untuk setiap kali perjalanan ke kota-kota dagang di sekitar Yaman.
Sebuah Hadits juga menjelasakan, diriwayatkan oleh Allamah Dzahabi, Nabi
bersabda: ”Saya telah melakukan dua kali
perjalanan dagang untuk Khadijah dan mendapat upah dua ekor unta betina dewasa (Jami’
Shaghir)”. Ketekunan dan kesungguhan beliau dalam berbisnis juga sangat
menonjol. Beliau pernah menunggu pembelinya, Abdullah bin Abdul Hamzah selama
tiga hari. Abdullah bin Abdul Hamzah mengatakan: “Aku telah membeli sesuatu
dari Nabi sebelum beliau menerima tugas kenabian, dan karena masih ada suatu
urusan dengannya maka menjanjikan untuk mengantarkan padanya, tetapi aku lupa.
Ketika teringat tiga hari kemudian, aku
pun pergi ke tempat tersebut dan menemukan Nabi masih berada disana. Nabi
berkata “Engkau telah membuatku resah,
aku berada di sini selama tiga hari menunggumu”(HR. Abu Dawud). Sebuah
kesabaran dan pengorbanan yang luar biasa untuk tidak membuat relasi atau
pelanggan (customer) kecewa. Tidak
pula lantas marah, kecuali hanya menyampaikan bahwa telah menunggu tiga hari.[4]
Kecerdasan Bisnis beliau sangat teruji. Beliau pernah ketika menjual barang
dagangan di pasar-pasar Busra meraih keuntungan dua kali lipat dibanding
pebisnis-pebisnis yang lain. Ketika Khadijah mendapatinya dengan keuntungan
yang sangat besar yang belum pernah diraih siapapun sebelumnya maka Khadijah
memberikan keuntungan yang lebih besar daripada yang telah mereka berdua
sepakati sebelumnya.
Kecerdikan dalam berbisnis dan
penguasaannya tehadap pasar juga sangat luar biasa. Pada suatu waktu Muhammad
diminta membawa dagangan milik Siti Khadijah. Muhammad dikenal sebagai orang
yang jujur dalam segala hal, sehingga digelari Al-Amin (orang yang paling dapat dipercaya). Hal itu pun diterapkan
dalam berbisnis. Para pebisnis Quraisy Mekkah tidak suka kepada Muhammad yang
jujur dalam berdagang ini. Bagi mereka, dagang ya dagang, jujur ya jujur.
Mereka berpandangan tidak bisa kedua hal itu dipadukan. Akhirnya mereka membuat
rencana untuk membangkrutkan Muhammad. Ketika rombongan pedagang Mekkah itu
membawa barang dagangan ke Syam (sekarang dikenal dengan nama Suriah), mereka sengaja
menjatuhkan harga.
Muhammad
tidak mau melakukannya, karena yang dia bawa adalah dagangan milik Siti
Khadijah, bukan miliknya sendiri. Beliau harus amanah. Selain itu, beliau telah
sangat memahami kondisi pasar saat itu bahwa jumlah permintaan (demand) jauh lebih tinggi dari jumlah
penawaran (suplay). Beliau memahami
seluruh barang pasti akan terjual karena permintaan lebih tinggi dari jumlah
barang yang tersedia. Karena itu, bila barang dagangan para saudagar Quraisy
itu habis, pasti konsumen akan tetap mencari barang tersebut. Benar saja,
ketika dagangan yang harganya dibanting itu habis, maka masyarakat akhirnya
membeli barang-barang kepada Muhammad dengan harga normal. Ketika rombongan
pedagang itu pulang, Mekkah pun gempar. Semua pedagang rugi, kecuali Muhammad
yang untung besar. Inilah contoh kejelian melihat, menganalisis, dan memahami
pasar serta keberkahan dari sikap jujur dan amanah. Ini juga merupakan bukti
kemampuan merespon strategi pesaing secara jernih.
3.
Bisnis Nabi Muhammad Setelah Menikah
Karier bisnis
Muhammad semakin kuat dalam usia 25 tahun. Usia ini merupakan titik keemasan entrepreneurship Muhammad setelah
mendapatkan back-up financial yang
lebih mapan dari sang Istri Khadijah yang telah dinikahi. Tak heran dari
kesuksesan bisnisnya kalau kemudian maskawin yang beliau serahkan ketika
pernikahan juga sangat besar pada waktu itu. Maskawinnya adalah 20 ekor unta
muda. Hal ini merupakan bukti keberhasilan beliau sebagai pebisnis. Sejarah
juga telah mencatatkan bahwa beliaulah pribadi yang pernah ber-Qurban dalam
jumlah yang sangat besar. Mengurbankan 100 Unta secara pribadi. Kalau kita
hitung kasar saja, satu ekor untuk sekarang berkisar Rp 7-10 Juta. Berarti
Qurban beliau senilai Rp 700 juta s/d 1 milyar-an.
Jumlah yang sangat besar untuk Qurban
dari seorang pribadi pada sepanjang sejarah peradaban. Setelah menikah dengan
Khadijah, beliau tetap melangsungkan bisnis perdagangan seperti biasa. Membawa
dagangannya ke berbagai daerah di semenanjung Arabia dan negeri-negeri
perbatasan Yaman, Bahrain, Irak dan Syiria. Namun sekarang ia bertindak sebagai
manajer sekaligus mitra usaha istrinya. Pengalaman Bisnis Muhammad dengan
ketekunan dan kesungguhanya kemungkinan besar telah mengunjungi pusat-pusat
bisnis perdagangan yang terkenal di Arabia berulangkali. Beliau juga bertemu
dengan konglomerat dari berbagai wilayah. [5]
Beliau mulai
mengurangi aktivitas bisnis ketika sudah berusia 37-an dan terutama sesudah
datangnya Nubuwah (kenabian). Meski
demikian naluri kebiasaan dan penghargaan terhadap bisnis masih tetap tinggi.
Beliau tetap pernah beraktivitas bisnis. Anas meriwayatkan bahwa Nabi pernah
menawarkan sebuah kain pelana dan bejana untuk minum seraya mengatakan, “Siapa yang ingin membeli kain pelana dan
bejana air minum? Seorang laki-laki menawarnya seharga satu dirham, dan Nabi
menanyakan apakah ada orang yang akan membayar lebih mahal. Seorang laki-laki
menawar padanya dengan harga dua dirham, dan beliapun menjual barang tersebut
padanya (HR. Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Aisyah pernah meriwayatkan bahwa
Rasululah bersabda: “Hal-hal yang paling
menyenangkan yang engkau nikmati adalah yang datang dari hasil tanganmu
sendiri, anak-anakmu berasal dari apa yang engkau hasilkan (HR. Tirmidzi
dan Ibnu Majah). Nabi juga bersabda: “Berusaha
mendapatkan nafkah yang halal adalah kewajiban disamping tugas-tugas lainnya
yang telah diwajibkan (HR. Baihaqi).
Beliaupun memberikan nasihat untuk kita yang bisa senantiasa menjadi motivasi dan
perlu diamalkan. Rafi bin Judaij berkata bahwa “Rasulullah saw ketika ditanya, usaha apakah yang paling baik? Rasul
menjawab: yaitu usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan semua jual beli
yang baik (HR. Hakim).
Usaha dengan
tangan sendiri bisa dalam bentuk aktivitas jasa, produksi, pertanian, perikanan
maupun yang lain. Sedang jual beli adalah aktivitas bisnis peniagaan barang dan
jasa. Dalam beberapa hadist Rasulullah SAW memberikan dorongan kepada ummatnya
untuk mencari rezeki dengan berusaha dan berdagang. Rasulullah sendiri adalah
contoh seorang pedagang yang sukses. Ketika masih kecil beliau telah menemani
pamannya Abu Thalib berdagang ke Syam. Detelah memasuki usia dewasa bahkan
beliau sendiri menjalankan bisnis milik Siti Khadijah ke Syam dan kembali
dengan keuntungan yang besar. Ini adalah bukti kemampuan, kepercayaan dan
amanah beliau sebagai pedagang. Rasulullah SAW bersabda : “Pedagang yang amanah dan benar akan bersama dengan para syuhada di
hari qiyamat nanti (HR. Ibnu Majah dan al-Hakim).
Muhammad yang menjadi
pedagang sejak usia muda mempunyai empat kiat sukses berbisnis. Yakni, shiddiq (benar), amanah (dapat dipercaya), fatanah
(cerdas, cerdik, memahami manajemen dan strategi bisnis), dan tabligh (kemampuan komunikasi dan
meyakinkan relasi atau pembeli). Bila keempat sifat atau kiat ini ada pada
seorang pebisnis, insya Allah dia akan berhasil. Ini merupakan karakter bisnis
yang Islami. Namun, bisa pula diterapkan oleh siapa pun, sebab ajaran Islam itu
bersifat universal. Muhammad telah melakukan transaksi-transaksi perdagangannya
secara jujur, adil dan tidak pernah membuat pelanggannya mengeluh atau kecewa.
Ia selalu menepati janji dan
mengantarkan barang dagangan dengan standar kualitas sesuai permintaan
pelanggan. Reputasinya sebagai pedagang yang benar-benar jujur telah tertanam
sejak muda. Ia selalu memperlihatkan rasa tangung jawabnya terhadap setiap
transakasi yang dilakukan. Lebih dari itu, Muhammad juga meletakkan
prinsip-prinsip dasar dalam melakukan transaksi dagang secara adil.[6]
Nasihat-nasihat beliau bisa dijadikan sebagai moralitas baru yang akan
membingkai aktivitas para pebisnis hari ini. Muhammad sangat sopan dan baik
hati dalam melakuan transaksi binis perdagangan. Selain itu beliau juga
menasehati para sahabatnya untuk bersikap yang sama kapan saja dan dengan siapa
saja mereka melakukan transaksi.
Jabir meriwayatkan bahwa Rasulullah
berkata,“Rahmat Allah atas orang yang
berbaik hati ketika ia menjual dan membeli, dan ketika ia membuat keputusan.”
(HR. Bukhari). Dalam kesempatan yang lain Abu Said meriwayatkan bahwa
Rasulullah berkata,“Saudagar yang jujur
dan dapat dipercaya akan dimasukan dalam golongan para Nabi, Shiddiqien dan
Syuhada.” (HR. Tirmidzi). Dan banyak lagi ajaran yang menjadi framework kita dalam berbisnis yang
perlu dikaji lebih jauh. Beliau telah menyampaikan risalah Islam yang lurus.
Risalah yang mendukung pengumpulan kekayaan asal dilakukan sesuai dengan
ketentuan syariah.
Sebaliknya Islam juga sangat mencela
pengumpulan kekayaan secara berlebihan yang cenderung mengabaikan batas-batas
dan tuntunan-tuntunan syariah itu sendiri. Agama Islam membolehkan bahkan
menganjurkan setiap orang untuk mencari dan mengumpulkan kekayaan dengan
cara-cara yang halal dan menafkahkannya dengan penuh tanggung jawab dalam
koridor pengaturan syariah dalam pengeluaran.
B. Konsep Rasulullah Dalam
Berbisnis.
Nabi Muhammad telah meletakkan dasar-dasar moral,
manajemen dan etos kerja mendahului zamannya dalam melakukan perniagaan. Dasar-dasar
etika dan manajemen bisnis tersebut telah mendapat legitimasi keagamaan setelah
beliau diangkat menjadi Nabi. Prinsip-prinsip etika bisnis yang diwariskan semakin
mendapat pembenaran akademisi dipenghujung abad ke-20 atau awal abad ke-21. Prinsip
bisnis modern, seperti tujuan pelanggan, pelayanan yang unggul, kompetensi, efisiensi,
transparansi, semuanya telah menjadi gambaran pribadi dan etika bisnis Nabi
Muhammad SAW ketika ia masih muda.[7]
Ada
beberapa prinsip dan konsep yang melatar belakangi keberhasilan Rasulullah SAW
dalam bisnis, prinsip-prinsip itu intinya merupakan fundamental Human Etic atau
sikap-sikap dasar manusiawi yang menunjang keberhasilan seseorang. Menurut Abu
Mukhaladun (1994:14-15) bahwa prinsip-prinsip Rasulullah meliputi Shiddiq,
Amanah dan fatanah. Prinsip-prinsip itu adalah:
1.
Shiddiq
Nabi
terkenal sekali sebagai orang jujur dalam berdagang. Nabi seorang marketer yang
jujur dan hebat. Bahkan termasuk negosiator bisnis yang ulung dan sampai musuh
beliau pun percaya kepada beliau dalam hal bisnis. Rasulullah telah melarang pebisnis melakukan perbuatan yang tidak
baik, seperti beberapa hal dibawah ini:
a.
Larangan tidak menepati janji yang telah
disepakati
Ubadah
bin Al Samit menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda:
"berikanlah kepadaku enam jaminan dari kamu, aku menjamin surga untuk kamu: berlaku benar manakala kamu berbicara, tepatlah manakala kamu berjanji…"(HR. Imam Ahmad dikutip dari Syeikh Abod dan Zamry Abdul Kadir, 1991: 102)
"berikanlah kepadaku enam jaminan dari kamu, aku menjamin surga untuk kamu: berlaku benar manakala kamu berbicara, tepatlah manakala kamu berjanji…"(HR. Imam Ahmad dikutip dari Syeikh Abod dan Zamry Abdul Kadir, 1991: 102)
b. Larangan menutupi cacat atau aib barang yang
dijual.
“Apabila kamu menjual, katakanlah:
"tidak ada penipuan.” (HR.
Imam Bukhari dari Abdullah bin Umar r.a. dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002:112) “Tidak termasuk umat Nabi Muhammad seorang penjual yang
melakukan penipuan dan tidak halal rezki yang ia peroleh dari hasil
penipuan. Bukanlah termasuk umatku, orang yang melakukan penipuan.” (HR. Ibnu Majah dan Abu Dawud melalui Abu Hurairah dikutip Yusanto dan Muhammad K.W, 2002:112) “Tidak halal bagi seseorang menjual sesuatu, melainkan
hendaknya dia menerangkan kekurangan (cacat) yang ada pada barang
itu.” (HR. Ahmad dikutip
dari Alma, 1994: 62)
c.
Larangan membeli barang dari orang awam
sebelum masuk ke pasar.
Rasulullah telah melarang
perhadangan barang yang dibawa (dari luar kota). Apabila seseorang menghadang lalu membelinya maka pemilik barang ada hak khiyar (menuntut balik/membatalkan) apabila ia telah sampai ke pasar (dan merasa tertipu). (Al-Hadits dikutip dari Alma, 1994: 70) Rasulullah
telah melarang membeli barang dari orang luar atau desa dikarenakan
akan terjadi ketidakpuasan, di mana pembeli akan membeli dengan harga
rendah dan akan dijual di pasar dengan harga tinggi sehingga
pembeli akan memperoleh untung yang banyak. Hal in merupakan penipuan,
padahal Rasulullah melarang bisnis yang ada unsur penipuannya. Sedangkan larangan yang lainnya adalah larangan mengurangi timbangan diterangkan dalam Al-Quran dalam surat Al-Muthaffifin ayat 1-6, yang artinya :
“Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, Pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (Al-Muthaffifin:
1-6).
Penjual
harus tegas dalam hal timbangan dan takaran. Mengenai ini Nabi juga berkata
yang artinya: Tidak ada suatu kelompok yang mengurangi timbangan dan takaran
tanpa diganggu olah kerugian. (Al-Hadits, Dikutip dari Afzalurahman, 1997:
28) Nabi berkata kepada pemilik timbangan dan takaran: "Sesungguhnya kamu
telah diberi kepercayaan dalam urusan yang membuat bangsa-bangsa terdahulu
sebelum kamu dimusnahkan". (Al-Hadist, dikutip dari Afzalurahman,
1997: 28) Apabila sikap Shiddiq dilakukan oleh pelaku bisnis maka praktek
bisnis jahiliyah tidak akan terjadi, perbuatan penipuan dan sebagainya akan
terhapus[8]
2.
Amanah
Menjadi orang yang dipercaya relasi memang
susah. Tapi Nabi telah mencontohkan. Bahkan ketika beliau menjadi pedagang,
Nabi selalu mengembalikan hak milik atasannya entah berupa hasil jualnya
ataupun barang sisa. Sederhana sebenarnya. Amanah berarti tidak
mengurangi apa-apa yang tidak boleh dikurangi dan sebaliknya tidak boleh
ditambah, dalam hal in termasuk juga tidak menambah harga jual yang telah
ditentukan kecuali atas pengetahuan
pemilik barang.
pemilik barang.
Maka
seorang yang diberi Amanah harus benar-benar menjaga dan memegang Amanah
tersebut, ayat tersebut adalah sebagai berikut: “Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.”(Al-Ahzab:
72) Rasulullah memerintahkan setiap muslim untuk selalu menjaga Amanah yang diberikan kepadaNya.
Sabda
Nabi akan hal ini yang artinya: “Tunaikanlah amanat terhadap orang yang
mengamanatimu dan janganlah berkhianat terhadap orang yang mengkhianatimu.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud dikutip
dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 105) Ubadah bin Al Samit menyatakan bahwa
Nabi SAW bersabda: "berikanlah
kepadaku enam jaminan dari diri kamu, aku menjamin surga untuk kamu:
berlaku
benar apabila kamu berbicara, tepatlah
manakala kamu berjanji, Tunaikanlah manakala kamu
diamanahkan, pejamkanlah mata kamu (dari
yang di tengah), peliharalah
faraj kamu, tahanlah
tangan kamu.” (HR.
Imam Ahmad dikutip dari syeikh Abod dan Zamry Abdul Kadir, 1991: 102) Seseorang
yang melanggar Amanah digambarkan oleh Rasulullah sebagai orang yang tidak beriman.
Bahkan
lebih jauh lagi, Digambarkan sebagai orang munafik. Sabda Nabi tentang hal ini:
“Tidak
beriman orang yang tidak memegang Amanah tidak ada agama orang yang
tidak menepati janji.” (HR.
Ad Dalimi Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 105) “Tanda
orang munafik itu ada tiga macam: jika berbicara, ia berdusta; jika
berjanji, ia mengingkari; dan jika diberi kepercayaan, dia khianat.” (HR. Ahmad dikutip dari Yusanto
dan Muhammad K.W, 2002: 105) Seorang yang jujur dan amanah akan mendapatkan
pahala dari Allah SWT dan akan dimasukkan ke dalam surga bersama para Rasul dan
orang yang beriman, orang jujur seperti sabda Nabi SAW yang artinya: “Para
pedagang yang jujur dan Amanah akan berada bersama para Rasul, orang-orang
yang beriman, dan orang-orang yang jujur. Rizki Allah terbesar
pada (hambanya) ada dalam bisnis.” (al-Hadis dikutip dari Raharjo, 1987: 17)
Sikap Amanah mutlak harus dimiliki oleh seorang pebisnis muslim.
Sikap Amanah diantaranya tidak melakukan penipuan, memakan riba, tidak menzalimi,
tidak melakukan suap, tidak memberikan hadiah yang diharamkan, dan tidak memberikan
komisi yang diharamkan. Hadis nabi yang berkenaan dengan hal tersebut yang
artinya:
a. Larangan memakan riba
“Beliau (Nabi SAW)
melaknat orang yang memakan riba, orang yang menyerahkannya, para
saksi serta pencatatnya.” (HR.
Ibnu Majah dari Ibnu Mas'ud Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 112)
b.
Larangan melakukan tindak kezaliman
“Seorang muslim
terhadap sesama muslim adalah haram: harta bendanya, kehormatannya, dan jiwanya.” (HR.
Abu Dawud dan Ibnu Majah Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2000: 109)
c.
Larangan melakukan suap
“Laknat Allah terhadap
penyuap dan penerima suap di dalam kekuasaan.” (HR. Imam Abu Dawud dari Hurairah Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 108) “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap.” (HR. Imam Tirmidzi dari
Abdullah bin Amr Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 108)
d.
Larangan memberikan hadiah haram
“Hadiah yang
diberikan pada penguasa adalah ghulul (perbuatan curang).” (HR. Imam Ahmad dan Al-Baihaqi dari Abu Hamid As-Sunnah Saidi dari `Ibbadh; Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 108) “Hadiah yang diberikan kepada pejabat adalah suht (haram).” (HR. Al-Khatib dari Anas r.a, Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 108)
e.
Larangan memberikan komisi yang haram
“Rasulullah
mengutusku ke Yaman (sebagai penguasa daerah). Setelah aku berangkat, beliau SAW, mengutus orang menyusulku. Aku pulang kembali. Rasulullah SAW, bertanya kepadaku, "tahukah engkau, mengapa kau mengutus orang menyusulmu? "janganlah engkau mengambil sesuatu untuk
kepentinganmu sendiri tanpa seizinku. (jika hal itu kamu lakukan) itu merupakan kecurangan, dan barang siapa berbuat curang pada hari kiamat kelak dibangkitkan dalam keadaan memikul beban kecurangannya. Untuk itulah, engkau aku panggil dan sekarang berangkatlah untuk melakukan tugas pekerjaanmu.” (HR. Imam Tirmidzi dari Mu'adz bin Jabal r.a, Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 109). “Barang siapa yang kami pekerjakan untuk melakukan tugas dan kepadaNya kami telah berikan rizki (yakni imbalan atas jerih payahnya) maka apa yang diambil olehnya selain itu adalah suatu kecurangan.” (HR. Imam Abu Dawud Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 109).
kepentinganmu sendiri tanpa seizinku. (jika hal itu kamu lakukan) itu merupakan kecurangan, dan barang siapa berbuat curang pada hari kiamat kelak dibangkitkan dalam keadaan memikul beban kecurangannya. Untuk itulah, engkau aku panggil dan sekarang berangkatlah untuk melakukan tugas pekerjaanmu.” (HR. Imam Tirmidzi dari Mu'adz bin Jabal r.a, Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 109). “Barang siapa yang kami pekerjakan untuk melakukan tugas dan kepadaNya kami telah berikan rizki (yakni imbalan atas jerih payahnya) maka apa yang diambil olehnya selain itu adalah suatu kecurangan.” (HR. Imam Abu Dawud Dikutip dari Yusanto dan Muhammad K.W, 2002: 109).
Sikap
amanah mutlak harus dimiliki oleh seorang pebisnis muslim. Sikap itu bisa dimiliki jika dia selalu menyadari bahwa apapun aktivitas yang dilakukan termasuk pada saat ia bekerja selalu diketahui oleh Allah SWT. Sikap amanah dapat diperkuat jika dia selalu meningkatkan pemahaman Islamnya dan istiqamah menjalankan syariat Islam. Sikap amanah juga dapat dibangun dengan jalan saling menasehati dalam kebajikan serta mencegah berbagai penyimpangan yang terjadi. Sikap amanah akan memberikan dampak positif bagi diri pelaku, perusahaan, masyarakat, bahkan negara. Sebaliknya sikap tidak amanah (khianat) tentu saja akan berdampak buruk.
3.
Fathanah
Fathanah berarti cakap atau cerdas, Nabi Muhammad adalah
seorrang pebisnis yang cerdas yang mampu
memimpin perusahaannya dengan memahami dan mengenal tugas serta tanggung
jawabnya dengan bijak. Dalam
hal ini Fathanah meliputi dua unsur, yaitu:[9]
a. Fathanah dalam hal administrasi/ manajemen dagang
artinya
hal-hal
yang berkenaan dengan aktivitas harus dicatat atau dibukukan
secara
rapi agar tetap bisa menjaga Amanah dan sifat shiddiqnya.
Firman Allah SWT, yang artinya :
“Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua orang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Al
Baqarah: 282)
b.
Fathanah dalam hal menangkap selera pembeli
yang berkaitan dengan barang maupun harta.
Dalam hal fathanah ini Rasulullah mencontohkan tidak
mengambil untung yang terlalu tinggi dibanding dengan saudagar lainya. Sehingga
barang beliau cepat laku. (Abu Mukhaladun, 1999: 15, syeikh Abod dan Zambry
Abdul Kadir 1991:288). Dengan demikian fathanah di sini berkaitan dengan
strategi pemasaran
(kiat membangun citra). Menurut Afzalurahman (1997:168) kiat membangun
citra dari uswah Rasulullah SAW meliputi:
(kiat membangun citra). Menurut Afzalurahman (1997:168) kiat membangun
citra dari uswah Rasulullah SAW meliputi:
1) Penampilan
Tidak membohongi pelanggan, baik menyangkut
besaran
(kuantitas) maupun kualitas. Hadist
nabi tentang hal ini yang artinya: “Apabila dilakukan penjualan, katakanlah:
"tidak ada penipuan.” (HR.
Imam Bukhari dari Abdullah bin Umar r.a), dikutip dari Dikutip dari Yusanto dan
Muhammad K.W, 2002: 112), Allah SWT juga berfirman, yang artinya :
“Sempurnakanlah
takaran dan janganlah kamu termasuk orang- orang yang merugikan; Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (Asy-Syu'ara: 181-183) dan juga
hadist nabi yang lainnya: “Tidak ada suatu kelompok yang merugikan
timbangan dan takaran tapa diganggu oleh kerugian.” (Al-Hadits dikutip dari Afzalurahman,
1997: 28)
2) Pelayanan
Pelanggan yang tidak sanggup membayar kontan
hendaknya
diberi tempo untuk melunasinya. Selanjutnya, pengampunan (bila memungkinkan)
hendaknya diberikan jika ia benar-benar tidak sanggup membayarnya.
3) Persuasi
Menjauhi sumpah yang berlebihan dalam menjual suatu
barang. Hadits nabi tentang hal ini yang artinya: Sumpah dengan maksud melariskan barang dagangan adalah penghapus berkah. (HR. Bukhari dan Muslim dikutip dari Alma, 1994: 60)
barang. Hadits nabi tentang hal ini yang artinya: Sumpah dengan maksud melariskan barang dagangan adalah penghapus berkah. (HR. Bukhari dan Muslim dikutip dari Alma, 1994: 60)
4) Pemuasan
Hanya dengan kesempatan bersama, dengan suatu usulan dan
penerimaan, penjualan akan sempurna. Allah SWT berfirman, yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
(An-Nisaa': 29) Dengan demikian sikap Fathanah ini sangat penting bagi pebisnis, karena sikap Fathanah ini berkaitan dengan marketing, keuntungan bagaimana agar barang yang dijual cepat laku dan mendatangkan keuntungan, bagaimana agar pembeli tertarik dan membeli barang tersebut.[10]
(An-Nisaa': 29) Dengan demikian sikap Fathanah ini sangat penting bagi pebisnis, karena sikap Fathanah ini berkaitan dengan marketing, keuntungan bagaimana agar barang yang dijual cepat laku dan mendatangkan keuntungan, bagaimana agar pembeli tertarik dan membeli barang tersebut.[10]
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas bisa kita petik suatu pelajaran
yang berhargabahwa
prinsip-prinsip bisnis Rasulullah saw adalah Shiddiq, Amanah dan Fathanah.
Shiddiq adalah Suatu sikap yang jujur dan selalu berbuat baik dan
menghindari perbuatan seperti tidak menepati janji yang belum atau telah
disepakati, menutupi cacat atau aib barang yang dijual dan membeli
barang dari orang awam sebelum masuk ke pasar. Sedangkan sifat amanah
adalah tidak mengurangi apa-apa yang tidak boleh dikurangi dan sebaliknya
tidak boleh ditambah, dalam hal ini termasuk juga tidak menambah
harga jual yang telah ditentukan kecuali atas pengetahuan pemilik
barang.
Amanah berarti tidak
melakukan penipuan, memakan riba, tidak
menzalimi, tidak melakukan suap, tidak memberikan hadiah yang diharamkan,
dan tidak memberikan komisi yang diharamkan. Fathanah berarti
cakap atau cerdas. Dalam hal ini Fathanah meliputi dua unsur: Fathanah
dalam hal administrasi/manajemen dagang dan Fathanah dalam hal
menangkap selera pembeli yang berkaitan dengan barang maupun harta.
Dengan demikian fathanah di sini berkaitan dengan strategi pemasaran
(kiat membangun citra). kiat membangun citra dari uswah Rasulullah
SAW meliputi: penampilan, pelayanan, persuasi dan pemuasan. Atas dasar konsep
inilah yang menjadikan nabi muhammad sebagai seorang pebisnis yang hebat.
b. Saran
Dengan selesainya
artikle ini saya sadar bahwasanya artikle saya ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dari segi
materi pembahasan maupun ejaan kata, maka dari itu saya mengharapkan adanya
saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar di kemudian hari saya dapat menyusun
artikle yang lebih baik lagi. Harapan kami saya ini dapat bermanfaat untuk menambah
wawasan mengenai Muhammad sebagai seorang bisnisman hebat.
DAFTAR PUSTAKA
Afzalurrahman, 2000,
Muhammad sebagai Seorang Pedagang, Jakarta:
Yayasan Swarna Bhumy.
Antonio, M.Syafi’i,
2004, Bisnis cara Rasulullah,
Jakarta: Republika.
Gudang Doa, 2013, Bisnis
dan Berdagang ala Nabi Muhammah SAW, http://gudangdoa.blogspot.com/2013/06/bisnis-dan-berdagang-ala-nabi
muhammad.html, (di akses 30 November 2013).
Salim, 2001, Syarah Bulughul Maram, Surabaya: Halim
Jaya Surabaya.
Muhammad Syafi’i Antonio,
2009. Muhammad SAW the Super Leader and
Super Manager, Jakarta: Tazkia
Multimedia.
Sofyan, 2010, Rahasia Sukses Bisnis Rasulullah, http://rahasiabisnisrasulullah-sofyan.blogspot.com,
(di akses 30 November 2013).
Sulaiman, Muhammad dan Aizuddinur
Zakaria, 2010, Jejak Bisnis Rasul,
Jakarta: PT Mizan Publika.
M.Kamaluddin, Laode, 2006, 14 Langkah Bagaimana Rasulullah SAW
Membangun Kerajaan Bisnis, Jakarta: Republika.
[1] Gudang Doa, 2013,
Bisnis dan Berdagang ala Nabi Muhammah
SAW, http://gudangdoa.blogspot.com/2013/06/bisnis-dan-berdagang-ala-nabi-muhammad.html, (di akses 30
November 2013).
[4] Gudang Doa,
2013, Bisnis dan Berdagang ala Nabi
Muhammah SAW, http://gudangdoa.blogspot.com/2013/06/bisnis-dan-berdagang-ala-nabi-muhammad.html, (di akses 30
November 2013).
[8]
Pengusaha Muslim, 2012, Prinsip-Prinsip
Bisnis Rasulullah, http://pengusahamuslim.com/prinsip--prinsip-bisnis-rasulullah,
(di akses 27 Desember 2013).
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment